Apa Bedanya Koes Bersaudara dan Koes Plus?

Apa Bedanya Koes Bersaudara dan Koes Plus?

Posted: Jan 22, 2022

Orang sering menganggap semua lagi yang dinyanyikan kakak-beradik keluarga Koeswoyo dari Tuban ini sebagai Koes Plus. Bahkan, sesekali kita menemukan ungkapan ''sejak zaman Koes Plus'' untuk menggambar sesuatu yang sudah tua. Padahal, ada dua nama yang berbeda walaupun berasal dari satu kelompok: Koes Plus dan Koes Bersaudara.

Orang sering menganggap semua lagi yang dinyanyikan kakak-beradik keluarga Koeswoyo dari Tuban ini sebagai Koes Plus. Bahkan, sesekali kita menemukan ungkapan ''sejak zaman Koes Plus'' untuk menggambar sesuatu yang sudah tua. Padahal, ada dua nama yang berbeda walaupun berasal dari satu kelompok: Koes Plus dan Koes Bersaudara.

Koes Bersaudara menerbitkan album perdana mereka pada 1962. Ini adalah nama kedua dari band keluarga ini, yang sebelumnya bernama Koes Brothers pada 1958. Namun, setelah kakak laki-laki sulung John Koeswoyo (nama asilnya Koesdjono) tidak lagi ikut, nama Koes Bersaudara menjadi merek mereka dalam membangun fondasi musik pop dan rock Indonesia.

Formasi Koes Bersaudara dalam album pertama pada 1962 adalah: Tony atau Koestono (lead guitar, vokal), Yon atau Koesyono (rythm guitar, vokal), Yok atau Koesrojo (bass, vokal), dan Nomo atau Koesnomo (drum, vokal). Formasi yang mengingatkan kita pada.. siapa lagi kalau bukan The Beatles. Lagu-lagi abadi dari tahun ini antara lain: ''Dara Manisku'' dan ''Jangan Bersedih'' yang bernuansa Melayu.

Pada Juli 1965, Koes Bersaudara sempat ditahan di penjara Glodok karena dianggap merusak mental generasi muda dengan memainkan musik ''ngak-ngik-ngok'' dari The Beatles dan karya-karya mereka sendiri. Sehari sebelum G 30 S, pada 29 September tahun yang sama, mereka dikeluarkan begitu saja dari penjara.

Selama bermusik, Nomo Koeswoyo (ayah Chica Koeswoyo) juga sibuk berbisnis. Salah satunya yang terkenal sampai sekarang adalah bengkel mobil di Jl. Haji Nawi, Jakarta Selatan. Rupanya ini membuat gerah sang kakak, Tony, yang mengharapkan totalitas bermusik. Akhirnya Tony memberi ultimatum yang dijawab oleh Nomo dengan mengundurkan diri dari band bersaudara ini pada 1969. Yok juga mengikuti langkah Nomo.

Untuk mengisi posisi yang ditinggalkan Nomo, masuklah Kasmuri (Murry) menggebuk drum dan Toto A.R. mencabik bass. Nama pun berubah menjadi Koes Plus, artinya keluarga Koes plus yang lainnya. Formasi ini mengeluarkan album Dheg Dheg Plas pada 1969. Mungkin karena para penggemarnya marah dengan perpecahan mereka, album ini langsung nyungsep. Karena ngambek, Murry sempat pulang ke Jember, membagi-bagikan piringan hitam secara gratis, dan bekerja di pabrik gula untuk menyambung hidup. Pada fase ini ia juga sempat membentuk band bersama Gombloh.

Baru setelah album ini diputar di Radio Republik Indonesia (RRI), orang mulai mencari album pertama Koes Plus yang menghadirkan lagu-lagu ''Kelelawar'', ''Cintamu Telah Berlalu'' (yang belakangan dinyanyikan lagi oleh Chrisye), dan ''Manis dan Sayang''.

Setelah album perdana itu, Yok kembali bergabung dengan Koes Plus, sementara Nomo tetap berjalan sendiri. Ia sempat mendirikan band No Koes namun ternyata ia lebih bertangan dingin sebagai produser dan pemilik studio rekaman. Tak kurang dari Usman Bersaudara, Kembar Grup (Alex dan Jacob), Franky Sahilatua, Enny Haryono, melejit dari tangan dinginnya. Nomo juga ikut terlibat pada awal karier Rhoma Irama.

Koes Plus mencapai puncak kejayaannya pada 1970-an. Salah satu anggotanya mengenang, pada 1975 mereka dibayar Rp 3 juta sekali konser. Padahal, harga mobil sedan terbaru waktu itu Rp 3.750.000. Grup ini cukup berani dalam musikalitas, dengan merambah ke langgam pop Jawa dan memberi kita lagu ''Tul Jaenak (1974)''yang sebenarnya lagu sindiran terhadap kekacauan pasca-G 30 S dan musik Melayu dengan lagu antara lain ''Cubit-Cubitan'' (1978).

Di masa tuanya, para personel Koes Plus hidup sederhana karena lemahnya perlindungan hak cipta. Mereka hanya ''dibayar putus'' sekali rekaman, tidak ada fee dan royalti, bahkan ketika cakram padat album-album mereka laris manis di pasaran. Inilah sisi lain dari perjalanan sang legenda.

Sumber: Wikpedia | Kompas.com | Suara Merdeka | Republika

Writer: Abdullah Arifin
TAGS:Tokoh
SHARE
Recommendation Article