Asthie Wendra, Sukses Jadi Show Director Karena Passion

Asthie Wendra, Sukses Jadi Show Director Karena Passion

Posted: Jan 22, 2022

Tidak pernah sekolah musik, tetapi menjadi orang paling menentukan di balik sukses sejumlah konser musik besar. Itulah Asthie Wendra. Tanpa kepiawaiannya sebagai show director, Prambanan Jazz Festival 2018 mungkin saja kembali mendapat banyak cibiran seperti tahun sebelumnya. Tetapi berkat Asthie, perhelatan musik berskala internasional itu tidak saja selamat dari cibiran, tetapi juga mendapat banyak apresiasi dan pujian.

Tidak pernah sekolah musik, tetapi menjadi orang paling menentukan di balik sukses sejumlah konser musik besar. Itulah Asthie Wendra. Tanpa kepiawaiannya sebagai show director, Prambanan Jazz Festival 2018 mungkin saja kembali mendapat banyak cibiran seperti tahun sebelumnya. Tetapi berkat Asthie, perhelatan musik berskala internasional itu tidak saja selamat dari cibiran, tetapi juga mendapat banyak apresiasi dan pujian.

Tak terhitung konser musik berskala internasional yang sukses di tangannya. Selain Prambanan Jazz Festival 2018, di antara konser besar lain yang ditanganinya adalah Hellprint United Day IV, festival musik heavy metal terbesar di Asia, konser Dream Theater tahun 2017, dan konser La La Land 2017. Bagaimana seorang tanpa latar belakang musik mampu menghadirkan konser musik dengan ciamik? Bagi Asthie, jawabannya adalah cinta dan passion.

Perempuan kelahiran Bandung itu mengaku sangat mencintai pekerjaannya. Memang, sewaktu di bangku sekolah maupun di bangku kuliah, profesi ini tidak pernah ia bayangkan. Di SMA ia mengambil jurusan IPA. Lulus di tahun 1995, dia melanjutkan studinya di Fakultas Ekonomi di Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung. Waktu itu, tak pernah terpikir dia akan menangani konser musik.

''Mungkin saya salah satu anak yang nggak punya cita-cita, dan dari sisi akademis nggak nyambung banget karena saya dulu anak IPA dan kuliah di Fakultas Ekonomi, ''kata Asthie di Jakarta, belum lama ini.

Tidak hanya itu, bahkan teman-teman di sekitarnya tak satu pun yang bergelut dengan dunia konser musik, apalagi show director. Tahun-tahun itu bukan berarti tidak ada konser musik, tetapi menjadi orang yang mengurus konser itu sama sekali tak terbayangkan. ''Jadi sama sekali nggak ada cita-citanya, dengan kata lain jadi show director ini seperti kejeblos tapi menyenangkan,'' kata anak ketiga dari tiga bersaudara ini.

Semua berawal dari kesukaannya mengurus event. Sejak di bangku sekolah, Asthie mengaku senang kalau dilibatkan dalam satu kepanitiaan. Apalagi diminta untuk mengurus bagian acara di satu event. ''Kalau dulu namanya seksi acara. Yang bikin kreatif panggung dan segala macam,'' katanya.

Kesukaan itu berlanjut ke tahap yang lebih menantang, yaitu mencari pekerjaan yang berurusan dengan event. Maka pada 2003, dia memulai kariernya dengan bekerja di salah satu mal di bandung sebagai event promotion. ''2007 saya hijrah ke Jakarta kerja di salah satu activation company yang kebetulan pegang sebuah event besar, Indie Fest namanya. Di situlah pertama kali saya dicemplungin sama bos saya untuk jadi event producer, show director, sekaligus stage manager-nya,'' katanya.

Makin lama, ia makin cinta dengan pekerjaan ini. Adrenalinnya seperti terpacu setiap kali mengurus konser. Selalu ingin memberikan yang terbaik. Karena itu, ia terus belajar dan menambah wawasannya, meski bukan di bangku kuliah ataupun tempat kursus. Asthie lebih senang belajar otodidak dengan belajar kepada orang-orang yang dikenalnya ahli. Ia juga rajin hadir di berbagai acara konferensi. Misalnya, sejak 2015 sampai 2019, di setiap bulan Maret, dia selalu ikut International Live Music Conference di London.

''Cuma satu kali di tahun 2016 nggak ikut karena menikah. Itu adalah ajang ngumpulnya temen-temen produksi sedunia membahas tentang tren produksinya live music tuh seperti apa sih, dari sisi safety, teknologi, welfare, dan lain-lain. Jadi sebetulnya kita ngumpul untuk diskusi di acara tahunan tersebut,'' katanya.

Asthie selalu terpacu untuk mengetahui lebih jauh tentang semua hal terkait panggung dan musik. Dan keinginan kuat itulah yang mengantarnya kepada orang-orang yang ahli tentang elemen-elemen panggung dan musik, dan belajar dari mereka. ''Seperti untuk sound system, saya banyak belajar dari almarhum Mas Eko. Dia banyak mengajari saya dari saya masih blo''on. Lighting banyak belajar dari Om Iwan Hutapea di masa-masa dulu,'' katanya.

Cinta melahirkan keinginan untuk terus tumbuh, menghadirkan passion dalam segala hal untuk selalu tampil maksimal. Itulah yang dirasakan Asthie sejak pertama kali kejeblos di dunia konser. Sampai sekarang, perasaan itu masih bergelora. Memang, tak selamanya perjalanan Asthie menyenangkan. Saat mengurus konser Dream Theater, misalnya. Saat-saat terakhir pelaksanaan, tiba-tiba tempatnya harus pindah. Tentu saja itu membuat Asthie pusing tak karuan.

''Hampir batal manggung technically, tapi akhirnya bisa kita handle. Itu lumayan butuh effort, dan itu menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Tapi, alhamdulillah, bisa teratasi,'' katanya.

Tidak hanya itu, Asthie menceritakan, pernah suatu kali ia mengurus konser. Karena terlalu sibuk sehingga kurang hati-hati berjalan di panggung. Akhirnya jatuh dari panggung setinggi 1,5 meter. Terpaksa Asthie dirawat karena tidak bisa jalan. Sialnya, kejadian itu terjadi H-2 acara puncak. Itu benar-benar menguras emosi dan pikiran. Karena Asthie tak mau melewatkan acara puncak, Asthie memaksakan diri hadir di acara puncak meski belum sembuh benar dari cedera. ''Tapi setelah itu sampai nggak bisa jalan,'' katanya.

Enam tahun menjadi event producer, show director, sekaligus stage manager di Indie Fest adalah masa-masa paling menantang bagi Asthie. Di perusahaan ini ia mengasah betul kemampuannya, dan menyajikannya dalam konser-konser besar. Di perusahaan ini, kata Asthie, adrenalinnya terus berpacu dengan waktu. Sebab, konser yang digelar bukan saja besar, tapi juga banyak. ''Karena itu beberapa kota, beberapa panggung, dan saya benar-benar involved, dan itu juga saat-saat pertama kali saya kerja dengan artis internasional,'' katanya.

Di perusahaan itu ia belajar betul menjadi seorang profesional yang bisa membagi waktu, dan mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya di semua tempat. Sesuatu yang benar-benar membentuk Asthie sebagai seoerang profesional andal di bidang event producer, show director, dan stage manager. Akhirnya, pada 2013, Asthie memutuskan mengundurkan diri dari Indie Fest dan memulai perjalanannya sebagai professional show director dan stage manager sampai sekarang.

Sebagai profesional, sejumlah konser besar sudah ditanganinya. Mulai dari konser berskala nasional hingga internasional. Termasuk yang berskala internasional adalah Prambanan Jazz Festival 2018. Sementara yang skala nasional, di antaranya adalah konser 35 tahun Slank, 30 tahun KLA Project, dan Konser Inspirasi Cinta Yovie Widianto. ''Itu semua menjadi portofolio yang bagus buat saya,'' katanya.

Kini, selain masih menangani konser, Asthie juga aktif berbagi ilmu lewat sejumlah pelatihan, seminar, dan konferensi. Dulu, ia merasa kesulitan mengakses pengetahuan tentang dunia konser dan musik, sehingga harus hadir di sejumlah konferensi di luar negeri. Kini, ia ingin semua orang yang belajar tentang konser dan panggung, tidak mengalami kesulitan serupa. Karenanya ia aktif berbagi. Selalu hadir setiap kali diminta memberikan materi. ''Saya lagi banyak sharing dengan temen-temen EO, dengan temen-temen di daerah juga,'' katanya.

Pengetahuan itu penting. Semua orang yang ingin berhasil tentu harus terus mencari pengetahuan. Namun, yang lebih penting dari pengetahuan adalah cinta dan passion. Sebab dengan itu, kita akan tergerak sendiri untuk mencari pengetahuan dan mengasah kemampuan. ''Kerja kita dengan rasa, kalau kita nggak punya passion, jangan jadi stage management, jangan kerja di event,'' tuturnya. (SUB)

Sumber: suaramerdeka.news I Tabloid Bintang I Media Indonesia''

Writer: Dadi Krismatono
TAGS:Produksi
SHARE
Recommendation Article