Indonesia punya budaya yang beragam. Sebagai warga Indonesia, sudah sepatutnya melindungi dan melestarikan budaya tersebut. Hal itu telah dilakukan oleh Diah Kusumawardani Wiyanti, pendiri Belantara Budaya Indonesia (BBI).
BBI adalah yayasan yang peduli terhadap perkembangan serta pembentukan karakter anak dan remaja melalui pendidikan seni dan budaya. Rupanya, ada hal yang membuat Diah tergerak untuk membuat BBI.
Waktu itu keprihatinan aku, kok, anak muda lebih suka sama produk negara tetangga. Bukan berarti budaya asing masuk indonesia gak boleh. Boleh masuk, tapi untuk memperkaya budaya yang ada, bukan menghilangkan budaya yang ada yang begitu besar, begitu kaya, begitu keren, ucap Diah saat dihubungi Eventori, Kamis (15/7).
Kemudian, Diah membuat program sekolah tari tradisional gratis agar semua kalangan bisa mengenal budaya Indonesia. Program tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Dari situ, ia menemukan beberapa alasan yang membuat anak tak dekat dengan budaya Indonesia.
Kata Diah, ada yang sulit menemukan sanggar, kurang diberikan pemahaman tentang budaya Indonesia di sekolahnya, dan ibu yang kerap memberikan anaknya tontonan program televisi luar negeri yang sesuai dengan umurnya.
Yayasan ini mengajak orang tua golongan A sampai Z bisa kenal dulu budayanya. Makanya, sekolah itu saya jadikan gratis. Sanggar pertama saya bikin di Museum Kebangkitan Nasional. Inginnya membangkitkan lagi semangat anak muda untuk mencintai budaya dan tradisinya, ternyata dampaknya bagus banget, ujar Diah.
Akhirnya saya bikin pamflet, datang ke kelompok masyarakat, kasih tau sekolah saya gratis, gak ada bayaran, pentas pun gratis. Waktu itu gak kepikiran duitnya dari mana, tapi itu yang saya omongin dulu. Media sosial saya maintain juga, ternyata animonya bagus, ada 50 orang yang datang di awal program saya, buat aku udah senang banget, sambungnya.
Seiring berjalannya waktu, murid sekolah tersebut semakin bertambah. Agar bisa menampung murid lebih banyak lagi, Diah mendirikan sekolah tersebut di Museum Nasional dan di beberapa tempat lainnya di luar Jakarta. Sampai sekarang, sudah ada 15 sekolah dengan jumlah total 3600 murid.
Sekolahnya terus berkembang, siswanya dari umur 3 sampai 70 tahun. Pengajarnya kita rekrut dan dibayar. Dengan adanya pengajar, berdampak ekonomi, gurunya dapat pendapatan, anaknya dapat manfaat, gurunya bisa eksis, jadi triple impact, jelas Diah.
Setelah sukses dengan sekolah tari, BBI menghadirkan program musik tradisional angklung dan gamelan Jawa. Selain itu, mereka kerap menyelenggarakan kegiatan yang menarik setiap tahunnya, seperti kampanye budaya Tunjukkan Indonesiamu yang digelar pada Agustus dan drama musikal yang digelar pada Hari Kartini.
BBI pun punya segudang prestasi yang berhasil diraih oleh anak didik mereka. Prestasi yang didapat tak hanya dari dalam negeri, tapi di luar negeri juga.
Anak didik kita pernah tampil di New York Fashion Week, itu 3 tahun lalu. Habis itu di Irlandia, Kanada, terus keliling India dibiayai semua kita promosi budaya. Tampil di Istana Negara depan Pak Jokowi dan KTT waktu itu, terus di Asean Games. Walau sekolah gratis, kita sudah menciptakan orang profesional, katanya.
Meski pandemi COVID-19 membatasi ruang gerak orang-orang, hal tersebut tak membuat BBI berhenti berkarya. Untuk kedepannya, Diah berharap BBI punya lebih banyak sekolah, mulai dari ada di Sabang sampai pulau Rote.
Karena kearifan lokal daerah kita kaya banget, beragam banget, sedih kalau hilang satu. Jadi, ingin jadi storage budaya dan tradisi Indonesia, aku berharap itu terwujud. Aku pengin banget bikin pagelaran yang lebih besar, tapi pandemi. Akhirnya, yang kita ciptakan kelas online, banyak yang minati, bikin lomba online, imbuh Diah.
Jadi, kedepannya yang mau dibuat BBI setelah pandemi, mengumpulkan sisa tenaga untuk anak tersebut supaya semangat nari, bikin pementasan, bikin pagelaran. Semoga ada perusahaan yang mau mempercayakan BBI, pengin punya boarding school budaya Indonesia, itu mimpi aku, lanjutnya.