Bentuk Tanggung Jawab Musisi Atas Karyanya Harus Gimana?

Bentuk Tanggung Jawab Musisi Atas Karyanya Harus Gimana?

Posted: Aug 26, 2022

Cukup banyak musisi yang menyuarakan keresahan lewat lagu-lagunya. Entah itu isu sosial ataupun budaya, dan rata-rata dari mereka bisa dikatakan bertanggung jawab atas apa yang sudah dibuat. Mengesampingkan soal isi dari lagunya, bentuk tanggung jawab lain seorang musisi atas karyanya adalah mampu mempresentasikan apa yang sudah dibuat dalam rekaman lewat penampilan live.

Cukup banyak musisi yang menyuarakan keresahan lewat lagu-lagunya. Entah itu isu sosial ataupun budaya, dan rata-rata dari mereka bisa dikatakan bertanggung jawab atas apa yang sudah dibuat. 

Mengesampingkan soal isi dari lagunya, bentuk tanggung jawab lain seorang musisi atas karyanya adalah mampu mempresentasikan apa yang sudah dibuat dalam rekaman lewat penampilan live. 

Karena bisa kita lihat, ada beberapa musisi yang mengabaikan poin tersebut. Sebagai contoh, yang paling hangat adalah Keisya Levronka. Dia jadi perbincangan karena saat live nadanya nggak sampai ketika menyanyikan chorus dari “Tak Ingin Usai”.

Ini sebenarnya harus menjadi catatan untuk musisi. Karena, penonton juga nggak mau lihat proses. Mereka menginginkan hasil. Mereka ingin melihat musisi favoritnya tampil maksimal, tak peduli apapun.

Bagaimana sih sebenarnya cara musisi mempertanggungjawabkan karyanya?

Munculnya pertanyaan ini karena balik lagi, dari proses produksi yang sudah sangat modern, musisi era sekarang bisa dengan mudahnya mengedit atau bahkan menekan tombol undo ketika rekamannya salah.

Nadhif Basalamah adalah salah satu musisi yang pernah membahas bagaimana cara dia mempertanggungjawabkan EP-nya saat dibawakan di showcase-nya. Dia merasa cukup deg-degan untuk menampilkan songlist-nya di konsernya. Namun, memang secara konsep, lagu-lagunya banyak yang diubah secara aransemen. Balik lagi, ini adalah bentuk tanggung jawabnya sebagai musisi. 

“Showcase ini sebenarnya akan lain dari panggung-panggung gue sebelumnya, karena banyak aransemen dan stage act yang diubah. Lumayan deg-degan sih karena gue harus mempertanggungjawabkan apa yang udah gue buat di studio rekaman untuk dibawakan di panggung. Tapi, gue sudah mempersiapkan semuanya kok biar cocok dibawakan secara live. ” ujar Nadhif

Lain halnya dengan Lightcraft. Band yang baru saja merilis album penuh dan mengadakan showcase ini mampu menampilkan aransemen, bahkan sound yang cenderung mirip dengan album yang mereka rekam. 

“Mempertanggungjawabkannya sih, gue sampe beli trigger untuk drum gue sih. Biar setidaknya mirip sama sound pas rekaman album ini. Pokoknya, kita pede juga untuk menampilkannya saat live.” ujar Yopi, penabuh drum dari Lightcraft.

Ketika ‘Capung’ Java Jive menceritakan keterbatasan di zamannya

Mengutip dari kata-katanya ‘Capung’, gitaris dari Java Jive yang juga seorang produser musik dari NOAH, ketika berbincang dengan Agus Hardiman (Artsonica). Menurutnya, beberapa musisi era sekarang tampak menganggap enteng proses produksi. Dibandingkan dengan dulu, zaman sekarang tampak seperti tak ada batasan. Dulu, ketika rekaman pun sang musisi harus bertanggung jawab atas apa yang dimainkan, dan tak boleh salah karena biaya pita saat itu cukup mahal.

Rieka Roslan : Kalo nggak kuat nyanyi range tinggi, jangan dipaksain

Menurut Rieka Roslan, salah satu penyanyi dan penulis lagu senior, tanggung jawab seorang musisi dalam mempertanggungjawabkan karyanya ada saat ketika mulai proses produksi lagunya. Mulai dari mengukur nada, lalu aransemen dan workshop agar meminimalisir kesalahan saat masuk dapur rekaman ataupun saat berada di panggung.

“Pada saat kita rekaman, saya sebagai pencipta lagu biasanya saya ukur dulu nadanya di mana. Arrangernya juga mengukur juga sampai level mana penyanyinya. Pada saat aransemen diberikan, harusnya workshop dong biar maksimal juga. Saat sudah sampai range vokalnya, baru eksekusi di rekaman. Kalau nggak sampai ya jangan dipaksakan. Nanti ketika dieksekusi di lapangan justru nggak sampai.” ujar Rieka Roslan ketika ditemui di kantor Eventori.

Apa yang dikatakan Rieka Roslan benar sekali. Ex vokalis The Groove ini memberikan sebuah poin penting; yaitu persiapan yang matang. Sebuah produksi yang dilakukan dengan detail dan terukur saat rekaman akan memudahkan para musisi untuk membawakan karyanya di atas panggung.

Andmesh Kamaleng yang berusaha semirip mungkin dengan rekamannya.

Salah satu solois muda Indonesia, Andmesh Kamaleng, mengatakan caranya dia mempertanggungjawabkan lagu yang baru saja ia rilis, “Andaikan Kau Datang” secara live. Menurutnya, lagu ini akan tetap dibawakan dengan konsep yang sama dengan rekamannya. Ini karena saat proses rekamannya pun memang dilakukan dengan seminimalis mungkin, namun tetap terkesan grande.

Justru, beban dan tanggung jawab Andmesh sendiri datang dari latar belakang lagu ini. Pertama, lagu ini adalah OST dari film “Miracle in Cell No.7” yang sebentar lagi akan rilis. Kedua, lagu ini adalah milik Koes Plus dan pernah dibawakan ulang oleh Ruth Sahanaya dan juga NOAH.

“Sejujurnya tidak diapa-apain udah enak. Saya pasti akan tampil dengan sequence string yang asli, dan bersama piano aja. Karena secara konsep di rekamannya, lagu ini juga tak berlebihan. Jadi hanya suara aku, piano, dan strings section aja.” ujarnya.

“Pasti ketika mereka (pendengar) dengerin versi rekamannya, lalu mereka dengerin di panggung, mereka ingin dengar versi yang sama.” tutup Andmesh.

Jadi, apa yang harus dilakukan seorang musisi?

Mungkin, proses produksi yang detail dan juga runtut ini bisa diadaptasi oleh musisi-musisi sekarang. Bagaimana sampai akhirnya lagu itu selesai direkam dan bisa dipresentasikan dengan baik di lapangan. Seharusnya, seorang musisi atau penyanyi juga harus tahu batas kemampuannya sampai di mana agar tak terjadi hal mengecewakan di atas panggung.

Ini juga bisa jadi perhatian pihak manajemen ataupun tim produksi yang terlibat, agar tak terburu-buru. Untuk yang produksi secara mandiri, setidaknya jangan menipu diri sendiri dengan konsep ‘tambal sulam’ ketika proses rekaman, karena tanggung jawabnya saat live cukup berat. 

Writer: Cakra Mahardhika Kevlana
TAGS:Opini
SHARE
Recommendation Article