Dengan industri perfilman yang kian maju setiap tahunnya, mulai dari keragaman cerita sampai dengan kecanggihan teknologi, serta para aktor dan aktris yang menjadi primadona dimanapun mereka berada, membuat banyak anak muda ingin beradu nasib dan bermimpi untuk menjadi salah satu bagian dari industri tersebut.
Diantaranya adalah orang-orang yang ingin menjadi sutradara, entah karena terinspirasi oleh film-film yang disukainya, atau sekedar ingin menyampaikan sebuah pesan kepada dunia melalui karyanya.
Namun, menjadi seorang sutradara tentu bukanlah hal yang mudah, terutama menjadi seorang sutradara film dokumenter dimana sang sutradara sendiri tidak dapat mengatur cerita yang dibawa sesuka hati.
Lantas bagaimanakah cara untuk menjadi seorang sutradara dokumenter? Dalam wawancara eksklusifnya bersama Eventori, sutradara dokumenter yang memenangkan Film Dokumenter Panjang Terbaik di Festival Film Indonesia 2019, yaitu Ismail Fahmi Lubis membagikan jawaban dari pernyataan tersebut.
Hal pertama yang terpenting menurut dirinya adalah banyak belajar dari pengalaman, karena pengalaman dan jam terbang adalah faktor penentu, kemudian dirinya juga menyarankan untuk tidak mudah puas, serta selalu ingin membuat yang lebih baik lagi.
“Saya banyak belajar dari pengalaman, selain didasari oleh akademi, tetapi tetap pengalaman dan jam terbang yang menentukan. Tetapi saya selalu berpikir, film terjelek yang pernah saya bikin adalah film yang kemarin, film yang bagus adalah film yang akan saya buat. Begitu seterusnya,” jelas Ismail.
Sedangkan untuk membuat film dokumenter sendiri, menurut dirinya haruslah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, tidak cepat puas, dan mencoba mencari sudut pandang lain agar mendapatkan cerita yang utuh.
“Untuk pembuat film dokumenter, dia harus ada rasa keingintahuan yang besar akan sesuatu hal dan dia tidak akan puas bila sudah menemukan jawaban dari satu sisi, dia akan cari di sisi lain, lalu dia akan bandingkan,” ungkapnya.
Selanjutnya dia juga menambahkan bahwa untuk menjadi seorang sutradara film dokumenter, harus memiliki kemampuan untuk memutuskan kapan harus memulai suatu cerita. Selain itu, dia kemudian menegaskan bahwa jadilah pembuat film yang pintar, bukan hanya giat dan rajin.
“Dimana saya harus memulai, dialah yang memutuskan, kalau karakter seperti itu tidak ada dalam dirinya, akan sulit sekali untuk membuat film dokumenter nanti dia akan stres. Jadilah pembuat film yang smart, bukan yang giat dan rajin,” tegas Ismail.
Memiliki impian menjadi sutradara film dokumenter, berarti juga harus memiliki keingintahuan yang tinggi, berani memulai, dan tidak mudah puas, jika kalian memiliki itu semua, maka kalian dapat menyampaikan banyak cerita-cerita menarik yang masih kurang terungkap.