Walaupun sempat dihantam dengan kondisi buruk di kala pandemi, namun kreativitas dan kerja keras dari para pekerja seni perfilman di Indonesia tetap menghasilkan karya-karya yang mengharumkan nama bangsa. Terutama di penghujung tahun 2021 ini dimana terdapat berbagai film dalam negeri yang telah mendapatkan berbagai prestasi, baik dalam maupun luar negeri.
Diantaranya adalah film Penyalin Cahaya yang memenangkan 12 Piala di ajang Festival Film Indonesia 2021, lalu “Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas” yang berhasil membawa pulang penghargaan Golden Leopard pada ajang Locarno Film Festival, dan juga film dokumenter “Help Is On The Way” yang sebelumnya memenangkan Film Dokumenter Panjang Terbaik di Festival Film Indonesia, kemudian menjadi Best International Feature Documentary pada ajang Jakarta Independent Film Fest.
Dibalik cerita yang apik dan penampilan visual yang menarik, banyak faktor lainnya yang menentukan kesuksesan dari sebuah film di berbagai kompetisi. Salah satunya adalah peran dari seorang produser yang bekerja keras untuk merealisasikan visi dari sebuah karya yang ingin diproduksi.
Untuk mengungkap berbagai pengalaman serta menyerap berbagai pelajaran dari para produser hebat dalam negeri, Eventori melakukan wawancara eksklusif dengan tiga produser yang telah membuktikan bahwa sebuah karya dalam negeri dapat berkompetisi dan meraih berbagai prestasi.
Tantangan bagi seorang produser membuat film di kala pandemi
Adi Ekatama selaku produser dari film Penyalin Cahaya menjelaskan bahwa kondisi di lapangan semasa pandemi ini memang tak menentu, terutama untuk melakukan proses produksi film, dimana mereka sangat kesulitan mendapatkan lokasi karena tutup ataupun terbentur perizinan.
“Film ini diproduksi di awal tahun 2021, yang mana pada saat itu kondisi di lapangan tidak menentu karena pandemi. Beberapa lokasi tidak jadi bisa kami pakai karena tutup atau tidak mendapatkan izin warga sekitarnya,” Jelas Adi.
Selain itu, Adi juga menjelaskan bahwa perasaan gelisah selalu menghantui selama proses produksi, hal tersebut disebabkan dengan peraturan yang dapat berubah sewaktu-waktu dan memberhentikan segala proses produksi.
“Selama produksi berlangsung juga diselimuti perasaan gelisah, karena pada waktu itu pemerintah, kapan pun, bisa saja mengeluarkan peraturan yang dapat memberhentikan proses produksi film ini. SOP di lokasi produksi pun juga menjadi sangat ketat, dan mungkin membuat suasana bagi kru yang ada di lokasi syuting menjadi tidak senyaman biasanya. Tetapi saya bersyukur, semua yang terlibat di produksi film ini mau mengikuti semua prosedur untuk menjamin kelancaran dan keamanan proses produksi,” sambungnya.
Bagaimana cara menjadi produser film?
Setelah mengetahui bagaimana tantangannya, kini kita belajar cara untuk menjadi produser film dari para produser yang sudah berpengalaman. Meiske Taurisia selaku produser dari “Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas” menyebutkan bahwa untuk menjadi seorang produser harus berani mengambil resiko, lalu produser juga harus bisa bersikap objektif terutama dalam mengukur resiko dan mengambil keputusan tepat untuk mencari solusi.
“(Untuk menjadi seorang produser film) harus berani ambil resiko. Ini tidak berarti cinta buta ya. Produser mesti bisa objektif terhadap film yg diproduksi. Artinya mampu mengukur resiko dalam semua langkah, mampu mengambil keputusan dan mencari solusi terhadap konsekuensinya,” jelasnya.
Senada dengan pernyataan tersebut, seorang sutradara sekaligus produser Ismail Fahmi Lubis menjelaskan bahwa produser bukan hanya sekedar memiliki dana pribadi, namun juga bagaimana dirinya harus bisa mencari dana agar produksi dapat berjalan hingga film siap didistribusikan.
“Produser, bukan yang punya uang. Tetapi dia yang mencari uang, apapun caranya agar produksi film bisa berjalan hingga sampai film jadi. Setelah film jadi, film itu akan milik Production yang siap didagangkan. Produser dalam mencari uang, harus menjual sutradaranya, yakinkan kalau ini balik modal dan sebagainnya. Ada berbagai strategi dalam hal ini, tergantung dari manajemen berapa uang didapatkan di awal, dan kapan film ini harus mulai diproduksi,” ungkap sutradara film “Help Is On The Way”.
Sedangkan Adi Ekatama mengungkapkan bahwa untuk menjadi produser adalah bekerja sama dengan sutradara yang memiliki kesesuaian selera dalam film, lalu harus bekerja dengan sepenuh hati, kemudian juga harus selalu belajar, dan tidak malu bertanya kepada yang lebih berpengalaman.
“Bagi teman-teman lainnya yang juga ingin menjadi produser adalah bekerjasama dengan sutradara yang memiliki taste film yang sama dengan kita, lalu bekerjalah dengan sepenuh hati, karena hanya dengan bekerja sepenuh hati, kita bisa menghasilkan karya-karya yang baik. Agar kita mau bekerja sepenuh hati, buatlah film yang benar-benar kita passionately percaya akan semua elemennya, selanjutnya belajar, jangan malu bertanya ke produser-produser yang lebih senior dan berpengalaman dibanding kita, bahkan juga mungkin mengajak mereka untuk ikut serta di project kita,” ungkap Adi.
Harapan untuk perfilman Indonesia
Kemudian bagaimanakah harapan dari mereka untuk perfilman Indonesia kedepannya? Adi menjelaskan bahwa dirinya sangat berharap agar semakin banyak film yang mengangkat isu-isu penting yang belum tersentuh, kemudian juga melahirkan lebih banyak lagi film yang berprestasi di kancah internasional, serta sineas semakin bebas untuk berekspresi.
“Semakin banyak film Indonesia yang mengangkat isu-isu penting yang masih perlu banyak untuk dibahas. Semakin banyak film Indonesia yang masuk ke festival film internasional. Semakin banyak filmmaker yang secara bebas mengekspresikan aspirasi mereka lewat film yang mereka buat,” harap Adi.
Sedangkan Meiske Taurisia sangat berharap bahwa penonton film Indonesia untuk kembali ke bioskop dan menonton film karya anak bangsa, karena menurut dirinya jumlah penonton film di Indonesia sangat banyak dan tidak sebanding dengan jumlah penonton film dalam negeri.
“Harapannya semoga penonton film Indonesia semakin banyak. Kita tahu bahwa film Hollywood selalu lebih banyak penontonnya daripada film Indonesia. Namun, di masa pandemi ini sungguh terpukul rasanya saat membaca jumlah penonton bioskop film Eternals 1,5 juta penonton dalam waktu 1 minggu, sedangkan film Indonesia untuk mencapai 10.000 per minggu saja berat sekali. Kesimpulannya penonton film yang kangen ke bioskop ada dan banyak kok, namun penonton film indonesia yang 'gak ada',” pungkasnya.
Dari obrolan para produser diatas kita mengetahui bahwa membuat film bukanlah hal yang mudah, menjadi seorang produser memerlukan kemampuan untuk mengukur resiko, mengambil keputusan yang tepat dan mencari solusi, serta kita sebagai penonton juga harus kembali ke bioskop untuk menonton film anak bangsa.