Festival Musik Sudah Kembali, Musik Nostalgia Lebih Banyak Dinikmati?

Festival Musik Sudah Kembali, Musik Nostalgia Lebih Banyak Dinikmati?

Posted: Nov 03, 2022

Kita dihadapkan dengan situasi seperti ini: menjamurnya festival musik, lalu munculnya opini “line up festival yang itu-itu aja” sampai akhirnya kita menyadari satu hal; munculnya istilah ‘musik nostalgia’ dan bangkitnya musik era 2000-2010 an.

Kita dihadapkan dengan situasi seperti ini: menjamurnya festival musik, lalu munculnya opini “line up festival yang itu-itu aja” sampai akhirnya kita menyadari satu hal; munculnya istilah ‘musik nostalgia’ dan bangkitnya musik era 2000-2010 an.

Nggak berlebihan kok ini. Mayoritas dari pengisi acara di festival musik tahun ini membawa kita bersenang-senang dengan yang namanya nostalgia, terutama untuk para milenal. Radja, Tipe X, Inul Daratista, 3 Diva, Vierratale, Ahmad Band, Alam Mbah Dukun,  sampai munculnya kolaborasi Payung Teduh bersama Pusakata (Is ex Payung Teduh) dan juga Kerispatih bersama Sammy dan juga Badai.

Terus, kita dibombardir lagi dengan kembalinya Cokelat dengan formasi lama, bersama dengan Kikan yang sudah identik dengan band tersebut. Fenomena The Changcuters dengan punchline barunya, “Kapten Qibil” yang bisa hipnotis para penonton juga membuat kita seakan menikmati masa lalu.

Sedikit dari nama-nama di atas yang merilis karya baru. Kita hanya menikmati apa yang mereka suguhkan ketika kita tumbuh besar. Betul, kita tak bisa menampik bahwa kita tumbuh besar dengan musik-musik mereka.

Lagu-lagu Inul yang tersebar di tukang kaset bajakan, lagu-lagu dari 3 Diva yang jadi standar band-band top 40, Radja yang membuat kita merasa keren dengan kacamata hitam, Payung Teduh yang membawa kita ke arah yang lebih puitis, dan juga Kerispatih yang jadi template galau kita semasa remaja.

Mayoritas yang datang ke festival pun, ingin menikmati musik-musik mereka. Membayar rasa penasaran, bagaimana ya mereka kita tampil langsung? dan lain sebagainya. Tampaknya, rasa penasaran ini yang menjadi magnet terkuat kenapa kita ingin menikmati festival musik tahun ini.

Lantas, kenapa musisi dan band era tersebut marak di festival?

Salah satu promotor dan juga director festival musik, Kiki Ucup, membeberkan kenapa sekarang marak banget band era 2010 an yang tampil di festival musik.

“Kalau melihatnya begitu, karena memang jamannya yang nonton festival musik itu orang-orang yang tumbuh besar dengan musik itu. Mungkin dulu-dulu tuh nostalgia yang hits adalah musik 90’s, nah sekarang yang sedang tren musik 2000’s atau 2010’s. Sudah waktunya aja sih.” ujarnya.

Hal ini juga dibuktikan oleh festival yang digagas oleh Kiki Ucup, Pestapora. Dia membawa Inul Daratista dan Kerispatih feat Sammy Simorangkir saja sudah membuat orang-orang penasaran dengan apa yang dibawakan mereka. Inul Daratista berhasil menghipnotis dan menghibur lautan penonton yang hadir malam itu. Kerispatih feat Sammy Simorangkir pun begitu, berhasil membuat penonton galau brutal dengan tembang cintanya. 

Synchronize Fest pun begitu. Siapa yang menyangka mereka akan menggaet Payung Teduh feat Pusakata. Sebuah kombo yang luar biasa dan pasti melepas rasa kangen penonton dengan formasi ini. Nyanyi semua? pasti. Siapa yang nggak mau dengar Is menyanyikan lagu Perempuan yang Sedang Dalam Pelukan? Nggak ada. Pasti mau semua, secara Payung Teduh jadi salah satu playlist utama mayoritas anak kuliah circa 2010-an.

Nggak cuma milenial, Gen-Z pun terhipnotis

Ini cukup jelas. Festival musik tahun ini didominasi oleh penonton generasi Gen-Z dan juga Milenial. Meskipun ada juga sosok ayah dan ibu muda yang cuma ingin nonton idola masa mudanya.

Salah satu daya tarik untuk Gen-Z adalah deretan penampil dan juga ‘pengalaman’ yang diberikan oleh festival musik. Berkumpul, ngobrol, bertemu orang baru dan aktivitas seru lainnya jadi ‘pengalaman’ menarik untuk para Gen-Z. 

Ini juga dikatakan oleh Kaleb J, musisi dan penyanyi yang masuk kategori Gen-Z. Ketika dia tampil di salah satu festival hip-hop terbesar Indonesia, FLAVS, Kaleb J mengaku senang ketika punya kesempatan menonton musisi dan rapper yang menjadi idolanya ketika kecil.

“Ngerasa nostalgia sih. Karena ada beberapa yang sering gue dengar dan wow, keren banget si. Terus emang melihat lineup festival tahun ini, gue sepakat banget kalo tahun ini adalah tahunnya nostalgia.” ujar Kaleb.

Penonton yang dimanjakan dengan kolaborasi lintas generasi dan band era ‘musik stasiun tv’

Ersad, salah satu penonton di Synchronize Fest 2022 lalu berujar bahwa konsep nostalgia ini cukup menyenangkan untuk dirinya. Dia bisa melihat band-band zaman dia kecil, seperti Radja dan juga band legenda seperti Dara Puspita. 

“Gue seneng banget sih bisa lihat band-band zaman gue kecil, yang emang belum pernah gue lihat penampilan livenya. Radja misalkan. Gue kepo banget sama mereka kalau live gimana, dan ternyata keren. Ga puas gue durasinya cuma segitu. Terus, ada kolaborasi Dara Puspita bareng FLEUR yang akhirnya gue bisa nonton legenda musik Indonesia.” ujar Ersad.

Nggak bisa dipungkiri juga, kita besar dengan band-band dan musisi ‘stasiun tv’, yang acaranya di studio atau di mall itu. Jadi, sebenci-bencinya sama hal itu ya kita tetap nyanyi juga ujung-ujungnya karena lagu mereka sudah terpatri di kepala kita.

Lineup dan konsep yang ‘itu-itu’ aja nggak melulu buruk kok!

Justru, hal ini jadi salah satu hal yang patut kita rayakan. Bagaimana akhirnya kita bisa bernostalgia dengan musik-musik yang menemani kita tumbuh besar, melepas dan melupakan sejenak beban yang ada dengan bersenang-senang di festival musik. Setidaknya, industri ini hidup kembali dengan maraknya festival musik maupun konser. Tinggal kita tunggu saja, trend apa yang akan ada di festival musik tahun depan?

Writer: Cakra Mahardhika Kevlana
TAGS:Opini,Special Content,Music Nostalgia
SHARE
Recommendation Article