Film dan lagu yang termasuk ke dalam produk kekayaan intelektual baru saja diizinkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sebagai salah satu jaminan utang ke Bank. Lagu dan film bisa digunakan sebagai salah satu ‘syarat’ utang untuk ke lembaga keuangan bank maupun non bank.
Ketentuan ini tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif.
“Pemerintah memfasilitasi skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual melalui lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank bagi pelaku ekonomi kreatif,” begitu bunyi Pasal 4 beleid tersebut.
Berdasarkan situs resmi Kemenparekraf, ada 17 sektor yang termasuk ke dalam ekonomi kreatif di Indonesia, yaitu penembanga permainan, arsitektur, desain interior, musik, seni rupa, desain produk, dan fashion. Terus ada juga film animasi dan video, lalu fotografi, desain komunikasi visual, TV dan radio, seni pertunjukan, penerbitan, periklanan, dan aplikasi. Dengan begitu, karya-karya yang termasuk ke dalam daftar di atas bisa dijadikan sebagai jaminan utang.
Kendati demikian karya yang bisa dijadikan jaminan adalah yang sudah tercatat dan terdaftar di kementrian. Karya yang akan dijaminkan juga sudah dikelola baik secara mandiri dan/atau dialihkan haknya kepada orang lain.
Menurut musisi Rap asal Jakarta, Tuan Tigabelas, hal ini merupakan angin segar untuk para pelaku industri kreatif, khususnya musisi dan pelaku film. Namun, kurang detailnya informasi mengenai hal ini menjadi salah satu kendala untuk menilai ‘harga’ dari karya-karya tersebut.
“Sebenarnya wacananya bagus menurut gue, tapi mungkin harus ada workshop atau seminar mereka terkait hal ini biar kita para pelaku industri kreatif jadi lebih tau detail tentang hal ini. Karena di pemberitaan ini nggak dijelaskan bagaimana mereka menilai value dari aset atau karya tersebut. Apakah dari nilai produksi, atau dari revenue dan yang lainnya. Jadi ‘abu-abu’ banget.” ujar Tuan Tigabelas.
“Sebenarnya ini angin segar sih, cuma dibanding janji-janji surga, gue prefer mereka fokus ngebenerin LMKN mereka yang sampai sekarang masih rancu dan jadi daerah ‘abu-abu’ sampai akhirnya musisi pun malas buat cari tahu atau ikutan.” tambahnya.
Menurut pengalamannya, Tuan Tigabelas mengatakan bahwa pekerjaan di industri kreatif sendiri masih dianggap ‘murah’ karena satu dan lain hal. Maka menurutnya, adanya pemberitaan ini sedikit membingungkan.
“Sampai sekarang teman-teman gue yang musisi masih pada ditolak kok buat ngajuin KPR ke bank karena kerjaannya musisi, itu berarti dari segi perbankan aja profesi kami di bidang kreatif masih sesuatu yg murah di mata mereka, ga sinkron dengan hal ini.” ujarnya. “Mudah2an ga jadi backfire atau menyinggung teman2 musisi yg lain opini gue.” tutup Tuan Tigabelas.
Foto Gatot Jalu. Sumber: Istimewa
Bergeser ke sudut pandang seorang sineas, Gatot Jalu yang merupakan seorang Line Producer mengatakan bahwa ini bisa memancing para seniman untuk lebih produktif dan yang perlu diingat adalah, karya yang bisa menjadi jaminan adalah karya yang sudah didaftarkan di lembaga hukum dan dikelola secara mandiri.
“Karya yang bisa dijadikan jaminan adalah karya yang sudah didaftarkan atau dicatat di lembaga hukum dan sudah dikelola mandiri. Berarti secara hukum sudah menjadi milik seseorang atau perusahaan. Bisa jadi ini mancing para seniman juga buat lebih produktif sih. Misalnya, 1 karya dijadikan jaminan buat bikin karya yang lainnya. Tapi nih, pertanyaan terbesar di kepala gue adalah apa iya ada seorang seniman yang tega mengagunkan (dijadikan jaminan) karyanya?” ujar Gatot Jalu.
Dilansir dari CNNIndonesia, syarat pengajuan utang berbasis kekayaan intelektual terdiri dari empat poin, yaitu:
- Proposal pembiayaan
- Memiliki usaha ekonomi kreatif
- Memiliki perikatan terkait kekayaan intelektual produk ekonomi kreatif
- Memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual.
Setelah itu, lembaga pemberi kredit akan melakukan verifikasi. Baik bank atau non bank juga akan melakukan penilaian karya yang akan dijadikan jaminan.
Nah, dengan adanya peraturan seperti ini menurut kalian bagaimana? Apakah industri kreatif khususnya musik dan film bisa semakin berkembang?