Film Tjoet Nja' Dhien garapan Eros Djarot yang pernah tayang pada 1988, kembali tayang di bioskop Tanah Air mulai Kamis (20/5) di beberapa bioskop di Jakarta, Bekasi, Karawaci, Bogor, Surabaya, Semarang, Makassar, dan Medan.
Sebelum kembali ditayangkan di bioskop, film ini telah didigitalisasi dan direstorasi di Eye Film Museum Amsterdam, Belanda dan IdFilmCenter Foundation Jakarta pada 2017 sampai 2018.
''Apresiasi dan kalau enggak salah itu sampai Rp 3 M (miliar) merestorasinya. Kita sih enggak dapat duit sama sekali, tapi terima kasih sudah direstorasi supaya film seperti ini tidak hilang dan hasilnya juga bagus,'' ucap Eros saat ditemui di gala premiere film Tjoet Nja'' Dhien di Plaza Senayan XXi, Jakarta Pusat, Kamis (20/5).
Saat menonton kembali film tersebut di bioskop, Erot mengaku sedih lantaran sudah cukup banyak pemeran Tjoet Nja'' Dhien yang meninggal dunia. Seperti Ibrahim Kadir sebagai Penyair, Rudy Wowor sebagai Veltman, Muhamad Amin sebagai Teuku Leubeh, dan lainnya.
Kementerian BUMN bersama Yayasan BUMN juga menghadiri gala premiere film Tjoet Nja' Dhien dalam rangka mendukung dunia perfilman nasional. Hasil dari pemutaran film tersebut, nantinya akan digunakan untuk kegiatan sosial yaitu pengembangan sektor pendidikan, seni & budaya khususnya di wilayah Aceh.''
''Kalau liat film ini, apa yang kita pelajari sangat penting. Bangsa yang besar itu bangsa yang bisa belajar dari sejarahnya,'' ungkap Menteri BUMN Erick Thohir.
Christine Hakim selaku pemeran utama film ini mengaku senang film ini bisa kembali tayang, setelah 33 tahun. Dia mengenang bahwa pada saat itu, ia tak menyesal untuk bermain di film ini meski tak dibayar.
"(Kalau tawaran main film ini enggak diambil) betapa bodohnya saya ini ada kesempatan untuk belajar. Bukan hanya kesempatan, tantangan sebagai seorang pemain saja. Tapi, sebagai seorang Indonesia,'' beber Christine.
Slamet Rahardjo yang berperan sebagai Teuku Umar dalam film ini, mengungkapkan kesulitan dalam pendanaan saat menggarap film Tjoet Nja'' Dhien.
''Kita orang gila kumpul, enggak punya duit bikin film. Ini dibikin 2 tahun bukan gara-gara prosesnya, tapi syuting 2 bulan, duitnya abis, nyari duit lagi,'' pungkas Slamet Rahardjo.