Band ini sekarang terlihat cukup solid. Beranggotakan Arjunet, Desi, dan Bale, mereka melepas album debut as Pendarra berjudul “Ode Matahari”.
Melihat dari pemilihan kata ‘ode’, album ini terasa seperti syair, menceritakan perjalanan dari satu fase ke fase yang lain, dan merangkum peristiwa hingga menciptakan satu nama; Pendarra.
Secara garis besar, album ini memiliki alur naik turun (setidaknya menurutku), meskipun dalam alur yang jelas (terpuruk - acceptance - terlihatnya harapan). Kira-kira seperti itu. But, di sini gue akan menulis review salah satu album yang memang paling gue tunggu tahun ini. Keep scrolling!
Artwork Album “Ode Matahari” yang Cukup Familiar
Ketika Pendarra merilis album ini di digital streaming platform, mata gue tertuju pada artwork albumnya. Setelah gue telisik lagi, artwork single album ini yang udah rilis lebih dulu merupakan pecahan dari album ini.
Kayak lagu “Perjalanan Singkat”, artwork-nya merupakan potongan gambar dari sebelah kiri bawah full album-nya. “Di Sudut Purnama” adalah potongan gambar sebelah kiri atas, “Terbenam” di pojok kanan bawah, dan “Terbit” berada di tengah gambar, sedang melukis.
Ini dia artwork-nya
Artwork Album "Ode Matahari" / Dok. Pendarra
Lalu, yang bikin gue familiar adalah secara tone dan concept gambar. Gue melihat agak sedikit terinspirasi dari album debut Fleet Foxes yang memang menggunakan classic painting karya Pieter Bruegel the Elder. Ramai, banyak manusia yang sedang berkegiatan.
So far, gue cukup suka dengan konsep artwork album “Ode Matahari” milik Pendarra. Yaa, meskipun gue nggak ada basic seni rupa, setidaknya mata gue akhirnya dimanjakan dengan artwork album yang nggak cuma foto, tapi lukis/gambar tangan. Hehehe.
Artwork Debut Album Fleet Foxes / Dok. Google Arts & Culture
Musik Lebih Nge-Band
Pendarra yang dulu adalah sebuah project bernama Amigdala. As we known, mereka dulu sungguh kental dengan musik akustik. Bahkan persona mereka kuat bukan sebagai band waktu itu (menurut gue).
Sekarang, gue lihat mereka lebih solid dengan formasi baru. Banyak eksperimen bebunyian di album “Ode Matahari” ini. Nggak melulu akustik yang sendu, album ini memberikan gue pengalaman baru mendengarkan musik pop yang eksperimental.
Mulai dari bunyi synth pad yang kadang dominan, seperti di lagu “Terbit” yang featuring dengan Matter Halo. Ada juga selintas gue dengar bunyi glockenspiel di lagu ini.
Penggunaan pedal steel di lagu “Di Sudut Purnama” juga terasa istimewa menurut gue. Intinya, album ini ngasih bunyi-bunyian yang rumit, tapi masih enak didengar.
Secara lirik sih mereka masih tetap pada penggunaan bahasa Indonesia yang baku bak syair, atau mungkin bisa dibilang ini adalah syair/puisi yang dimusik-kan.
Hal menarik lainnya adalah, ketika mereka featuring dengan musisi lain (Dere dan Matter Halo), Pendarra masih terasa dominan. Itulah yang memang seharusnya dilakukan, at least Pendarra memang punya karakter yang kuat secara musikal. Nice!
Untuk album ini, gue akan rating 8/10 karena points yang udah gue sampaikan di atas. Musik yang terasa lebih eksploratif dan berwarna, cocok untuk membuka debut sebagai entitas baru.
Setidaknya, gue merasa mendengarkan musik dari Fleet Foxes yang penuh dengan vocal ensemble dan tetap terasa akustiknya. Selamat atas album barunya, Pendarra!