Ia pernah mencatat sejarah setelah video klip garapannya di tahun 1990 berjudul ''Pergilah Kasih'' milik (alm.) Chrisye, menjadi video music Indonesia pertama yang ditayangkann MTV Asia-saat itu bermarkas di Hong Kong. Kemudian, gairahnya di bidang seni tidak terbendung. Menamatkan pendidikan sebagai Sarjana Arsiterktur di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, apa yang membuat seorang Jay Subiyakto begitu mencintai dunia pertunjukan?
Ketika ditanya berangkat dari manakah karier seorang Jay Subiyakto di dunia pertunjukan, ia dengan lugas menjawab, ''Berangkat dari keprihatinan saya bahwa bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang konsumtif dan tidak pernah menghasilkan serta menciptakan sesuatu yang baru.'' Dari pemikiran inilah karya-karya briliannya kemudian lahir. Berawal pada tahun 1990 dengan menjadi seorang dengan ide-ide tak biasa. Salah satunya ketika ia menyutradarai video musik Anggun yang berjudul ''Berganti Hati''. Perlu anda ketahui, video ini merupakan video pertama di Indonesia yang menggunakan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex).
Hasrat berkesenian yang bergitu tinggi membawa Jay Subiyakto berkiprah di bidang lain. Setelah dikenal sebagai sutradara video klip andal, ia mulai menjajaki dunia pertunjukan. Gelaran pertama yang ditanganinya terjadi pada 1994. Saat itu, ia bersama Erwin Gutawa-bertindak selaku produser dan sutradara-menggelar konser ''Sendiri'' Chrisye di JCC Plenary Hall Jakarta. Lagi-lagi ia membuat terobosan. Pada saat itu, sebuah konser yang menghadirkan penyanyi lokal belum pernah terjadi. Para promotor lebih sibuk melirik penyanyi-penyanyi mancanegara untuk dibuatkkan konser di Indonesia. Di tangan Jay dan Erwin, konser ''Sendiri'' Chrisye menuai sukses luar biasa. Kejadian ini seolah menyentil para promotor dengan artis-artis internasionalnya.
Terus melakukan terobosan dan menghasilkan karya berkualitas. Tidak heran jika pada 2012 Jay Subiyakto dianugerahi sebagai ''Tokoh Seni 2011'' pilihan Majalah Tempo. Apakah ini kemudian membuatnya berpikir bahwa ia telah meraih sukses? ''Tidak. Kesuksesan itu abstrak. Nggak ada seorang pun yang bisa tahu apa itu kesuksesan. Dan, biasanya Cuma diukur dari materi dan kuantitas,'' tegasnya.
Menggelar sebuah event atau pertunjukan tidaklah gampang. Banyak hal detail yang harus diperhatikan. Menurut Jay sendiri, salah satu faktor penentu sukses atau tidaknya sebuah pertunjukan adalah praproduksi yang matang dan panjang. Siapa pun yang berpikir soal kualitas pasti setuju dengan hal ini. Hal yang juga patut diingat adalah sebuah konsep pertunjukan tidak akan mengejawantah jika tidak didukung oleh tim yang solid. Dan, bekerja dalam sebuah tim pun tidak mudah. Ada yang mesti kita korbankan, ada pula yang mesti kita tonjolkan. ''Ego harus dikesampingkan dan empati harus diperbanyak.'' Ujarnya.
''Ego harus dikesampingkan dan empati harus diperbanyak.''
Saat ini Jay sedang sibuk menyiapkan konser 10 Tahun Magenta Orkestra, setelah sebelumnya sukses dengan konser Salam Dua Jari di GBK. Dari sekian banyak pertunjukan yang pernah ia tangani, Jay mengaku ''Ariah'' sebuah pagelaran untuk HUT DKI di Monumen Nasional pada Juni 2013, adalah jenis pementasan yang memiliki tantangan unik tersendiri.''Tantangannya, penduduk Jakarta kurang suka pada seni tradisi Betawi,'' dinginnya, ''Ariah'' menuai sukses sebagai sebuah pagelaran.
Namun, tidak selamanya semua berjalan dengan baik sesuai rencana. Ada kalanya seorang Jay Subiyakto pun dihadapkan pada situasi sulit dan di luar kendalinya. Contohnya, saat hari kedua pertunjukan ''Musikal Laskar Pelangi''. ''Hari kedua pertunjukan''Musikal Laskar Pelangi'' gagal pentas karena semua peralatan elektronik Gedung Teater Jakarta macet akibat dikorupsinya pembelian alat-alat untuk gedung. Tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang berlaku,'' cerita anak ketiga dari Laksamana Sukbiyakto ini. Ia juga mengaku menghindar atau tidak akan menerima tawaran acara dari pemerintah, partai politik, dan perusahaan-perusahaan yang bisnisnya tidak terpuji.
Kejadian tidak mengenakkan tidak menghalangi seorang Jay Subiyakto untuk terus berkarya. Saat ini ia mengaku sangat ingin berkolaborasi dengan seniman-seniman asal Yogyakarta yang menamakan diri mereka kelompok Paper Moon Puppet. Tidak perlu banyak alasan mengapa ia sangat ingin berkolaborasi dengan kelompok pimpinan Iwan Effendi ini. ''Karena mereka luar biasa!'' demikian ungkap Jay.
Berbicara mengenai timeless event, seorang Jay Subiyakto mempunyai definisinya sendiri, ''Timeless event adalah semua upacara ritual dan adat-istiadat yang ada di seluruh dunia.'' Ia memberi contoh, upacara Ngaben di Bali dan upacara Rambu Solo di Toraja. Menurut Jay, keduanya merupakan dua upacara kematian yang abadi. ''Mereka merayakan kematian yang menurut saya sangat tinggi filosofinya dan sangat orisinal,'' tutur Jay.
Jika melakukan kilas balik mengenai pencapaiannya selama ini, Jay menyebutkan, sejauh in event Millenium Day Broadcast, acara pergantian tahun 1999-2000, yang digagas WGBH-USA dan BBC Inggris, adalah event tersuksesnya. ''Saya buat di Candi Borobudur dan live ke 48 negara. Ini merupakan event internasional dan saya menyajikan tarian Karma Wibangga karya Sardono W. Kusumo,'' kenangnya.
Pertunjukan tersukses berhasil diingat, lalu adakah pertunjukannya yang masuk kategori gagal? Jay pun menjawab, ''Gagal 100% tidak ada. Saya selalu meyakini kesempurnaan itu milik Tuhan. Jadi, jika 80