Coba bayangin deh: Kamu berusia belasan atau 20 something, Gen-Z lah, nge-date sama orang yang kamu temui di sebuah dating app, lalu kalian ngobrol satu sama lain sampai masuk ke dalam topik playlist. Dia ngasih tau playlist lagunya, dan ternyata nggak cocok sama kamu. Respon kamu gimana?
Buat sebagian orang, punya pasangan yang satu selera musik menjadi hal yang menyenangkan. Bisa sharing tentang musisi favorit, sampai nonton festival dan konser bareng. Pembahasan ini jadi seru ketika melihat masih banyak komentar negatif tentang perbedaan selera musik dan saling merasa superior. Entah apa yang ada di kepala orang-orang kayak gitu.
Terus, serunya lagi adalah ketika ada beberapa orang yang mengeluhkan bahwa pacarnya nggak memiliki selera musik yang sama dengan dirinya. Paling sering terjadi sih gini; cowoknya suka banget musik sidestream alias penggemar musik kiri, sedangkan ceweknya K-Popers garis keras. Kebayang ga sih kalau lagi sharing soal musik kayak gimana? Atau kalau mau datang festivalan kayak gimana?
Sebenarnya sih seru-seru aja punya pasangan berbeda selera kayak gitu. Tapi kan ada juga ya yang pengen satu taste biar enak ngobrol dan sharing-nya. Jadi, sebenarnya sebesar apa sih pengaruh selera musik untuk Gen-Z dalam memilih pasangan?
Gen-Z sendiri dalam mendengarkan musik mostly pakai streaming platform macam Spotify atau Apple Music. Tahun 2017, survei yang dilakukan sebuah blog musik internasional menyebutkan bahwa lebih dari 74% Gen-Z memilih media streaming sebagai media utama untuk mendengarkan musik. Bahkan, di Spotify sendiri penggunanya ada di rentang umur Gen-Z, yaitu 16-24 tahun.
Kebiasaan mereka yang kedua adalah, gemar membuat playlist yang related dengan suasana hatinya. Misal, playlist lagi deket sama gebetan atau playlist lagi galau-galaunya.
Kebiasaan-kebiasaan ini yang mungkin membuat mayoritas Gen-Z melihat playlist musik lawan jenisnya jadi satu hal yang penting. Atau setidaknya, pasangannya harus memiliki ketertarikan dengan musik.
Seperti yang dikatakan Alsa Aqilah, salah satu penyanyi belia yang namanya mencuat di TikTok. Dia membeberkan pendapatnya soal permasalahan selera musik ini.
“Kalau harus kayaknya nggak harus sama. Tapi harus ada beberapa musik yang dia dengarkan, aku juga tau gitu. Seenggaknya biar kita bisa nyanyi bareng gitu kan. Ada yang sama-sama suka. Nggak yang kaya beda jauh banget gitu kan. Kaya misalnya aku suka K-Pop terus dia sukanya Rock, aku yang kaya… nggak deh. Lebih baik kalau sukanya sama, tapi nggak harus ya.” ujar Alsa.
Alsa juga membagikan pengalaman pribadinya ketika pernah dekat dengan seorang cowok yang selera musiknya berbeda jauh dari dirinya. Menurutnya, itu bukan hal yang masalah sebenarnya.
“Aku juga pernah deket sama cowok. Selera musik kita beda jauh, tapi itu nggak masalah kok. Cuma…. lebih seru kalau sama sih!” tambahnya.
Dari penuturan Alsa, sebenarnya ada poin penting yang harus dicatat. Hal itu adalah experience, bagaimana dia membayangkan betapa serunya memiliki pasangan yang memiliki selera musik yang sama. Yang dikejar oleh beberapa Gen-Z kemungkinan besar adalah experience tersebut.
Lain dengan Alsa, Jebung atau Jessica Bunga menuturkan bahwa hal itu bukan masalah besar. Itu karena dirinya juga memiliki selera musik yang gado-gado.
“Hmm, kayaknya nggak ya. Kayanya ngga sih. Soalnya selera musik aku juga nggak jelas ya. Senin apa, Selasa apa, Rabu apa. Jadi kayaknya bakal seru juga kalau sama orang yang beda selera musiknya gitu loh. Iya nggak sih? Gatau deh. Mungkin ini ya yang bikin aku belum punya pasangan. Ribet.” ujarnya sembari tertawa.
Jadi, perbedaan selera musik bukan hal yang dipermasalahkan dengan serius oleh beberapa Gen-Z. Namun mereka butuh sesuatu yang ‘menarik’ yang bisa memberikan satu pengalaman menarik. Salah satunya adalah memiliki pasangan yang selera musiknya setipe. Mungkin, biar seru kali ya kalau festivalan. Nggak mencar gitu hehehe. Kalau kamu gimana?