Dunia keartisan penuh tantangan. Di tengah persaingan adu eksis, para artis harus kerja keras, mengembangkan bakat, dan mengasah keterampilan demi menjaga pamor. Namun, di balik itu semua, ada para manajer yang banting tulang, putar otak demi menjaga eksistensi artis-artisnya. Eventori berbincang-bincang bersama Ketua Umum Ikatan Manajer Artis Indonesia (Imarindo) Nanda Persada, membahas seluk-beluk dunia manajemen artis.
Lahir di Jakarta 45 tahun lalu, Nanda sebetulnya menyandang gelar Sarjana Hukum. Namun, siapa sangka, alumnus Universitas Pancasila itu kini menjadi manajer artis top Indonesia. Menurut Nanda, kariernya saat ini bermula saat ia mulai terjun di dunia event organizer (EO).
''Awalnya enggak sengaja, bantu-bantu EO, terus ketemu beberapa artis. Itu awal tahun 2000-an. Itu zamannya Yana Julio, Rita Effendy, dll. Dari situ akhirnya diajak manajemen artis, terus gabung,'' kata Nanda.
Nanda mengaku, dirinya pun dulu sama sekali tak punya pengetahuan tentang profesi manajer artis. Padahal, manajer artis itu sendiri bukanlah profesi sembarangan. Artis punya harapan tinggi terhadap manajernya dan seluruh manajemennya, kata Nanda. ''Mereka berharap bisa membangun karier keartisannya dengan baik, job-nya banyak, mereka berkembang, dsb. Bagi manajer, itu semua tantangannya, tetapi sebagian besar perjalanan (karier manajer artis) ini memang ''learning by doing'' karena enggak ada sekolahnya.''
Bagi Nanda, hal terpenting dari sebuah manajemen artis adalah kepercayaan. Menurutnya, artis dan manajer itu, meski secara pekerjaan bersifat profesional, hubungan yang terbangun justru lebih personal dan tak jarang melibatkan emosi.
''Artis dan manajer perlu membangun chemistry yang baik, ada faktor kejiwaan, ada up and down, dan emosi. Ketika si artis bad mood, si manajer harus bisa membangun lagi mood-nya dan itu enggak gampang,'' akunya. ''Manajer adalah pekerjaan unik. Dia harus paham sales dan marketing, dia harus paham self-development, dia harus paham psikologi, dia juga harus tahu soal legal, seperti masalah kontrak, dsb. Kadang-kadang, dia juga harus tahu soal pajak. Soalnya, kalau ada masalah apa pun, artis pasti akan tanya ke manajer. Jadi, ini betul-betul pekerjaan yang unik.''
Kenapa Perlu Asosiasi Manajer Artis?
Kebutuhan untuk meningkatkan wawasan dan memperluas jaringan menjadi salah satu latar belakang dibentuknya Imarindo, kata Nanda. Menurutnya, artis-artis bermimpi untuk ''go international''. Karena itu, jika manajer-manajer artis dalam negeri tidak bisa meng-upgrade kemampuan mereka, pada akhirnya mereka akan ''kabur'' memakai jasa manajer asing yang dianggap bisa mewujudkan impian tersebut. Artinya, kata Nanda, manajer-manajer artis dalam negeri harus meningkatkan pengatahuan dan networking-nya.
''Ada kalanya, kita enggak bisa memutuskan suatu masalah sendirian. Asosiasi semacam ini penting untuk menjadi payung suatu komunitas atau profesi. Ada banyak hal yang bisa di-share, mulai dari wawasan hingga pengalaman,'' ujar Nanda. Ia pun mengatakan bahwa setelah beberapa tahun berjalan, manajer-manajer artis merasakan manfaat Imarindo itu sendiri.
''Artis itu sendiri adalah profesi yang unik. Dia seniman, tetapi juga berhubungan dengan banyak pihak. Yang meng-hire bisa jadi perusahaan, perorangan, instansi-instansi, di berbagai kota, di luar negeri. Jadi, berhubungan dengan artis itu pun membuka cakrawala, kita punya jaringan yang luas, banyak traveling juga, banyak ketemu orang, mengobrol sana-sini. Intinya, seru dan enggak membosankan,'' kata Nanda.
Selain itu, karena tidak ada program pendidikan formal yang mengajarkan manajemen artis, Imarindo juga berfungsi sebagai wadah ilmu bagi para anggotanya. Walau hingga kini untuk menjadi manajer artist itu sendiri tetap mengandalkan prinsip ''learning by doing'', arus informasi kini lebih mudah diakses. Dengan begitu, menurut Nanda, siapa pun yang memang ingin berprofesi di bidang ini kini bisa lebih belajar.
''Sekarang semua informasi terbuka luas. Banyak baca tulisan manajer artis, kisah-kisahnya '' ada banyak di media '' itu bisa jadi acuan,'' ujar Nanda. Ia bahkan menyarankan supaya manajer-manajer artis yang ingin belajar untuk menghubungi Imarindo atau bahkan dirinya. ''Banyak orang yang (kirim) pesan ke saya. Mereka tanya, ''Mas boleh gabung, enggak? Saya pegang talent di daerah, apakah saya juga bisa dibilang manajer artis?'' Saya bilang, ''Oh, iya! Karena artis itu adalah semua pekerja seni. Jadi, dia pun termasuk manajer artis karena mengurus kegiatan si talent sehari-hari.''
Dari pesan-pesan semacam itu, Nanda biasanya meminta kontak mereka untuk kemudian dimasukkan ke dalam grup WhatsApp. ''Akhirnya, mereka banyak terinformasikan dan belajar. Kami pun senang karena banyak teman baru,'' katanya menambahkan.
Menantang, tetapi Menjanjikan
Berawal dari kisahnya dengan Yana Julio''dan Venna Melinda, akhirnya artis yang dipegang Nanda semakin banyak. Artis-artis lain pun mulai memakai jasanya dan meminta agar Nanda mengatur jadwal mereka. Setelah itu, Nanda membuat manajemen artisnya sendiri sama Indra Bekti, Inbek Management.
Bersama Inbek Management, Nanda banyak mencetak artis baru, seperti Nycta Gina, Fitri Tropica, Ayu Dewi,''dan beberapa nama lainnya. ''Di tengah perjalanan, saya bikin sendiri. Namanya PM, Persada Management. Di sini ada Ayu Dewi, Feni Rose, Cici Panda, bahkan Demian (pesulap),'' kata Nanda.
Kini situasi di industri dunia artis sudah jauh berubah dari era awal 2000-an. Kini, industri bergeser ke arah digital. Artinya, menurut Nanda, jumlah pekerjaan artis di media-media konvensional, seperti TV, ikut berkurang. ''Banyak teman-teman artis yang tidak antisipatif sebelumnya untuk mengembangkan skill, perfomance, konten, YouTube channel, dll. Kami, para manajer dan artis, sedang transisi (dari media konvensional ke digital).''
Meski begitu, kepada Eventori, Nanda meyakini bahwa manajer artis adalah profesi yang menjanjikan. ''Ini bukan cuma soal pendapatan. Ya, kalau bicara soal komisi memang lumayan, tetapi yang paling mahal adalah networking-nya,'' ujarnya.
''Kalau kita lihat semua acara audisi pencarian bakat selalu membeludak. Para pelaku seni ini memerlukan manajer karena harus ada yang me-manage mereka. Nah, banyak dari mereka yang tidak paham bagaimana bisa eksis di industri ini. Jadi, tingginya angka pelaku seni ini semestinya berbanding lurus dengan kebutuhan manajer artis. Karena itu, ini sesuatu yang penting,'' kata Nanda menekankan.
Ketika ditanya apakah dirinya pernah terpikir untuk mengusulkan supaya dibuka program pendidikan atau jurusan Manajemen Artis, Nanda mengaku pernah mengusulkan hal tersebut. ''Saya pernah bertemu dengan menaker (pada pemerintahan sebelumnya). Beliau mendukung penuh. Artinya, manajer artis ini memang dianggap profesi yang profesional. Namun, ini enggak mudah, ada aturannya, perlu SOP, mempersiapkan kurikulum '' itu agak panjang. Sementara, di antara teman-teman (manajer artis lain) sepertinya belum bisa fokus untuk menggarap ini. Jadi, untuk sementara, solusinya kami membuat pelatihan atau kursus singkat.