Nggak Melulu Tentang Visual, Sutradara Indonesia Bilang Kalo Film Itu…

Nggak Melulu Tentang Visual, Sutradara Indonesia Bilang Kalo Film Itu…

Posted: Jun 26, 2022

Film merupakan salah satu bidang seni yang memiliki kelengkapan berbagai bidang di dalamnya. Ada seni musik, seni fotografi, seni pertunjukan, psikologi, puisi, dan berbagai bidang lain yang sebenarnya berkaitan dengan kehidupan.

Film merupakan salah satu bidang seni yang memiliki kelengkapan berbagai bidang di dalamnya. Ada seni musik, seni fotografi, seni pertunjukan, psikologi, puisi, dan berbagai bidang lain yang sebenarnya berkaitan dengan kehidupan.

Dalam pembuatannya, biasanya dipecah menjadi 3 bagian yaitu Pra Produksi, Produksi, dan Pasca Produksi. Untuk pra produksi, biasanya berkaitan dengan proses pemikiran seperti menulis naskah, penentuan shotlist, wardrobe, casting, reading talent, dan budgeting. Proses pra produksi ini biasanya dilakukan secara detail agar film yang dihasilkan bisa maksimal. 

Lalu dalam fase produksi adalah proses pengambilan gambar dan suara di set lokasi. Untuk pasca produksi, biasanya mencakup proses editing offline online, subtitling, foley, overdub atau yang biasa disebut ADR (Automated/Automatic Dialogue Replacement), audio mix dan mastering.

Penjabaran di atas adalah pengertian umum soal film dan bagaimana proses pembuatannya. Mungkin lebih seru kalau kita kulik lebih jauh soal film, tapi dari sudut pandang seorang sutradara.

Joko Anwar Fokus ke Teknik Dan Estetika

https://www.tagar.id/tag/joko-anwar

Joko Anwar merupakan salah satu sutradara kenamaan Indonesia. Banyak film hits hasil dari garapannya seperti “Janji Joni” (2005), “Pengabdi Setan” (2017), dan Gundala (2019).

Menurut Joko Anwar sendiri, film itu adalah konsep bercerita yang mempunyai dua tools, yaitu teknis dan estetika. Dalam pandangan Joko Anwar, teknis itu berarti bagaimana kita memilih dan memasang lensa dengan benar, bagaimana menangkap cahaya agar tidak overbright atau tak terlalu gelap. Intinya, yang berkaitan dengan equipment adalah hal teknis.

“Film itu melihatnya tuh bukan dari audiovisual. Film itu adalah story telling yang tools-nya ada dua, teknik dan estetika. Teknis artinya bagaimana kita bisa memasang lensa dengan benar, memasukkan cahaya supaya tidak over bright, nggak terlalu gelap,” ujar Joko Anwar ketika ditemui di bilangan Jakarta Selatan.

Sedangkan nilai estetika yang disebut Joko Anwar adalah pengembangan dari teknis itu sendiri. Bagaimana merepresentasikan cerita ke dalam gambar, warna, dan lain sebagainya. 

Estetika sendiri adalah bagaimana seni dengan keindahannya, dan juga respon manusia terhadapnya.

“Estetika itu bagaimana cahaya yang tadi direpresentasikan dalam sebuah ruangan. Kaitannya dengan bentuk geometri ruang, warna dan sebagainya.” tambahnya.

Jadi, Joko Anwar sendiri tak menganggap audio dan visual sebagai tools, tapi teknis dan estetika yang menjadi tools seorang Joko Anwar untuk membuat film yang keren-keren.

“Jadi, tools kita untuk bercerita itu bukan audio dan visual, tapi teknik dan estetika. Audio dan visual ada di kedua itu (teknik dan estetika).” pungkas Joko Anwar.

Hanny R. Saputra Anggap Musik Sebagai Ruhnya Film

https://www.liputan6.com/showbiz/read/472614/film-tentang-marching-band-hanny-r-saputra-yakin-penonton-nangis

Hanny R. Saputra adalah salah satu sutradara yang punya spesialisasi di genre drama romansa. Beberapa film garapan beliau adalah “Di Bawah Lindungan Ka’bah” (2011), “Milli & Nathan” (2011), dan “Heart” (2006).

Beliau sendiri menganggap film sebagai sebuah cerita. Menurutnya, cerita yang kuat dan dalam bisa membuat sebuah film menjadi layak ditonton.

“Karena basic ku sutradara, aku suka ceritanya. Cerita itu penting banget karena cerita itu membuat kita bisa merasa ‘wah ini bagus nih’. Kalau ceritanya jelek, susah juga. Berarti kita akan mati-matian ngerjain gambarnya, bikin dramaticnya. Mau bikin dramaticnya kalau ceritanya nggak bagus, susah hidup juga.” ujar Hanny.

Hanny juga menambahkan dalam film selain cerita yang harus mumpuni, sebuah film dasarnya adalah sebuah visual, lalu didukung dan dipermanis dengan audio. Jadi, dalam sebuah film kedua hal ini harus selaras sebenarnya.

“Meski namanya audio visual, film itu mengedepankan visual dulu awalnya. Karena memang harus fokus ke visual, ketika ada kekurangan baru didukung dari audio. Kalau digabung kan jadi bagus. Cuman jangan jadi verbal dalam artian ngga bisa ngehidupin, lalu dikasih omongan (audio) aja. Itu verbal. Itu jelek.” tambahnya.

Di lain sisi, Hanny dalam film sendiri sebenarnya ruhnya adalah musik. Karena menurutnya penentuan mood dalam sebuah gambar adalah lewat musik, dan musik adalah ruhnya sebuah gambar dalam film.

“Mood itu hanya bisa dibentuk lewat musik. Musik itu bisa nganter kita kemana aja. Kita mau jadiin ini (film) ke masa lalu atau mau ke arah modern kaya sekarang ya lewat musik. Jadi musik itu adalah ruhnya gambar (film).” pungkasnya.

Reno Ryandra Pandang Film Dari Kekuatan Karakter

Reno Ryandra adalah seorang Content Producer di salah satu perusahaan media di Jakarta. Dia juga aktif sebagai sutradara untuk beberapa film pendek di beberapa festival di antaranya “Lola Saint Duraint (2015) yang menang di E.P.I.C IPB, Lana (2018) yang menang di PEKOM UI, dan Interaksi (2018) yang masuk nominasi AYIFF di Malaysia.

Menurutnya, film adalah sebuah medium penyampaian pesan yang masif yang mengutamakan unsur kekuatan cerita, karakter dan estetika. 

“Menurut gue, film itu adalah medium untuk menyampaikan pesan. Sifatnya masif ya, yang mengutamakan kekuatan cerita, estetika, dan juga karakter.” ujarnya

Karakter yang dimaksud Reno adalah bagaimana seorang filmmaker membawa sebuah karakter ke aktor/aktrisnya, agar cerita yang disampaikan bisa dibawakan dengan sempurna oleh mereka. Karena itu, Reno lebih gemar riset dengan berbaur di masyarakat.

“Yang pertama kali gua lakuin adalah riset untuk menentukan karakter akan seperti apa. Dari segi sosial politik, hal-hal traumatis, terus percintaan. Setelah itu baru gue mulai membuat ceritanya. Setelah itu baru gue membuat sebuah penyesuaian dari karakter dan naskah agar ceritanya bisa dibawakan dengan karakter yang ada di film. Jadi, tanpa karakter yang kuat, cerita sebuah film akan jadi biasa aja.” ujar Reno

Hal lain yang disampaikan Reno tentang film adalah, key aspect dari sebuah film adalah visualnya. Karena dengan penyampaian lewat visual, biasanya orang akan lebih mudah paham dibanding hanya dengan audio saja.

“Selain cerita, key dari sebuah film ada di visual ya. Karena menurut gue, lewat visual biasanya orang lebih tersentuh, baru dihantam sama musik yang pas. Pasti meledak yang nonton.” pungkasnya.

Dari pemaparan ketiga sutradara di atas, sebuah film adalah hasil karya yang berawal dari keresahan, yang dituangkan lewat cerita, dan disampaikan lewat sebuah gambar dan juga suara. Ditambah dengan nilai estetika, jadilah sebuah film yang siap ditonton oleh masyarakat.

Writer: Cakra Mahardhika Kevlana
TAGS:Opini,Film
SHARE
Recommendation Article