Setelah lebih dari 20 tahun berdiri as a main pillar di heavy metal scene Indonesia, Komunal akhirnya merilis album penuh keempat bertajuk “Nostalgia”. Album ini dirilis resmi pada 31 Mei 2025, dan jadi penanda perjalanan panjang band asal Bandung tersebut.
Tetap cinta dengan apa yang mereka geluti, jauh dari ambisi ketenaran maupun viral semata.
“Nostalgia”: Album untuk Mengenang dan Menghidupkan
“Dalam proses album ini aku dan Sadat semacam kerap mengingat kembali ke masa awal kami nge-band dan segala prosesnya. Jadi kami semacam mengenang itu, sebentuk memori yang harapannya juga menjadi memori baik untuk yang mendengarkannya.” ungkap Doddy Hamson.
Hamson juga menambahkan, “selain itu jelas juga semacam bernostalgia dengan band-band lawas yang menjadi idola kami, dan mempengaruhi kami dalam bermusik”.
Nggak heran jika album ini diisi dengan materi yang retrospektif, baik secara musikal maupun emosional. Lewat sepuluh track yang dihadirkan, Komunal seolah menelusuri jejak langkah mereka sejak debut pada 2004 lewat “Panorama”, “Hitam Semesta” (2008), hingga “Gemuruh Musik Pertiwi” (2012), dan mini album “Komando Badai Api” (2022).
Perjalanan Rilis yang Tertunda
Materi dalam album “Nostalgia” sebenarnya telah rampung sejak 2020, termasuk kontribusi terakhir dari Arief Snik di departemen bass sebelum hengkang dari band. Namun pandemi dan gangguan teknis sempat menunda perilisan album ini.
“Salah satu yang membuat kami ragu melepasnya pada waktu itu adalah karena pandemi Covid, kondisi pada masa itu membuat kami bingung,” Doddy Hamson menjelaskan.
“Selain itu juga ada kendala masalah teknis dengan komputer yang rusak di studio tempat kami mengerjakan proses mixing-nya sehingga semua prosesnya tertunda,” sang vokalis menambahkan.
Untuk menjaga bara tetap menyala, makanya mereka sempat merilis “Komando Badai Api” sebagai jembatan menuju album ini.
Dipoles oleh James Plotkin, Dihiasi Patung Batu Gunung
Komunal menunjuk James Plotkin, yang dikenal lewat kolaborasi dengan Sunn O))) dan Earth, untuk proses mastering.
Tak hanya dalam suara, konsep visual album pun dirancang dengan serius. Sampul album kali ini menampilkan sebuah arca dari batu gunung karya seniman patung asal Mojokerto, Erlan Adi Kurnia. Gagasan ini lahir dari ilustrator sekaligus bassist terbaru mereka, Morrgth, yang merasa bosan dengan cover ilustrasi digital. Patung monumental itu kemudian difoto oleh Firman Rohmansyah sebagai wajah visual “Nostalgia”.
Soundtrack Sebuah Peziarahan Rock & Metal
Dari segi musikalitas, Nostalgia adalah eksplorasi bunyi yang berani dan penuh tekstur. Anwar Sadat membangun lapisan gitar yang bervariasi tanpa hanya mengandalkan riff, sementara Rezha Harry Kathana mengisi drum dengan gaya minimalis tapi bertenaga.
Album dibuka tidak dengan gebrakan, melainkan sebuah ratapan reflektif berjudul “Kesaksian” lagu penghormatan bagi legenda rock Indonesia seperti Kantata Takwa dan God Bless.
Track seperti “Cinta dan Materi”, “Bahagia”, “Raja Metal”, dan “Suara Masa Depan” menegaskan dedikasi mereka terhadap heavy metal dan realitas hidup sebagai musisi independen.
Lagu balada penutup “Roda-Roda Api” menjadi estafet emosional dari balada klasik Komunal seperti “Higher Than Mountain I & II”.
Lirik yang Lebih Jujur dan Sosial
Berbeda dari gaya lamanya, Doddy kini lebih serius dalam menulis lirik.
Hal itu tampak jelas dalam lagu-lagu bertema sosial seperti “Bisnis Cari Duit”, “Uang Dimana-Mana”, dan “Seleksi Alam”, di mana realitas hidup menjadi bahan bakar untuk semangat bermusik mereka.
Komunal tahu betul siapa yang menjaga api mereka tetap menyala: para penggemar setia yang mereka sebut Kawan-Kawan Komunal (KKK). Lagu “KKK” menjadi bentuk penghormatan bagi mereka—dibalut dalam riff yang mengingatkan pada Iron Maiden versi lebih lambat dan berat.
“Nostalgia”: Monumen untuk Diri Sendiri dan Para Pemuja Metal
Lebih dari sekadar album, Nostalgia adalah deklarasi eksistensi. Ia adalah refleksi spiritual, ode bagi para legenda, dan persembahan jujur kepada para pendengar yang tak pernah pergi. Bagi Komunal, Nostalgia bukan tentang melihat ke belakang, tapi tentang bagaimana ingatan masa lalu bisa jadi bahan bakar untuk tetap melaju ke depan.
Dan sejauh ini, mereka masih melaju, dengan semangat yang sama seperti dua puluh tahun lalu.