Jika kita menyusun daftar gitaris terbaik sepanjang masa di Indonesia, nama Donny Suhendra rasanya mustahil diabaikan.
Kiprahnya sebagai pelopor jazz fusion telah membentuk fondasi penting bagi musik modern di Indonesia. Bahkan setelah kepergiannya, warisan musikalnya terus berbicara. Kini, dia seakan berbicara dengan lebih keras, lebih dalam, lewat album terakhirnya, “Origin”.
Persembahan yang Belum Selesai, Kini Sempurna
Tiga tahun setelah Donny Suhendra meninggal dunia pada 19 Juni 2022, dunia akhirnya bisa mendengar “Origin”, proyek album yang tak sempat rampung semasa hidupnya. Album ini bukan sekadar kompilasi terakhir, tapi sebuah surat cinta kolektif yang disusun oleh para sahabat dan kolaborator—Indra Lesmana, Dewa Budjana, Tohpati, Syaharani, Agam Hamzah, As Mates, dan lainnya—untuk seorang legenda yang telah berpulang.
Album ini menjadi dokumentasi penting yang tak hanya merekam suara gitar Donny, tapi juga merekam ruang sunyi yang ia tinggalkan. Setiap nada menjadi jejak perjalanan, dan setiap lagu adalah kenangan yang hidup kembali.
Dari Draft ke Doa: Cerita di Balik "Origin"
Segalanya dimulai pada Maret 2021, ketika Donny mengirim draft lagu berjudul "Origin" kepada Indra Lesmana, memintanya mengisi bagian keyboard sekaligus memproduseri. Proses rekaman pun berlangsung bersama saxophonist Kuba Skowronski. Namun, seperti kebiasaan lamanya, Donny kemudian “menghilang”, sebuah tanda yang sudah akrab bagi sahabat-sahabatnya.
Beberapa bulan kemudian, Donny mengabarkan bahwa dua lagu baru telah ia kumpulkan. Ia ingin menjadikannya fondasi album penuh keduanya, setelah debut solonya, Di Sini Ada Kehidupan (1999). Namun takdir berkata lain.
Donny meninggal dunia pada 19 Juni 2022, meninggalkan proyek "Origin" yang belum rampung. Folder demi folder rekaman ditemukan berserakan tanpa nama file yang konsisten. Beberapa solo gitar terputus di tengah, judul lagu berganti hingga lima kali, dan tidak ada peta kerja yang jelas.
Disatukan dengan Cinta
Dengan restu dari Redhy Mahendra, putra Donny, Indra dan Budjana memulai proses rekonstruksi. Mereka menyusun potongan-potongan musik, menyambungkan fragmen ingatan, dan membentuknya kembali menjadi karya utuh. Prinsip utama yang dijaga: tak ada satu pun bagian gitar baru yang ditambahkan. Semua permainan gitar yang terdengar adalah 100% murni milik Donny.
Butuh hampir 6 bulan untuk merangkai semuanya. Rekaman WhatsApp, catatan suara, dan obrolan terakhir bersama Donny menjadi panduan utama—sebuah peta kecil menuju visi akhir yang Donny impikan.
Salah satu trek yang paling menantang adalah “Cintaku Negeri”, yang hanya menyisakan guide gitar dan vokal. Donny telah menulis lirik untuk dinyanyikan Syaharani, namun masih ragu. Indra dan Budjana memutuskan untuk tetap menggunakannya, demi menghormati kejujuran dan ketulusan sang maestro.
“Yang menarik, bagian solo lagu itu saya ambil dari lagu lain Donny yang pernah rilis. Saya ambil dari pedal gitarnya, fans pasti tahu,” kata Budjana.
Origin: Suara Terakhir, Tapi Tak Pernah Usai
Origin bukan hanya album. Ia adalah monumen. Sebuah suara terakhir dari salah satu gitaris paling ikonik, inovatif, dan penuh perenungan dalam sejarah musik Indonesia.