Persoalan Royalti, Kenapa Musisi Malah Debat Sendiri?

Persoalan Royalti, Kenapa Musisi Malah Debat Sendiri?

Posted: Jan 22, 2022

-

Riak suara peraturan industri permusikan Indonesia yang bergema saat ini seakan sedang mengalami interferensi, ada pihak yang menolak Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 dan Permenkumham Nomor 20 Tahun 2021, seperti Aliansi Musisi Pencipta Lagu Indonesia (AMPLI) dan ada juga yang merasa penolakan itu hal yang tak perlu, seperti Adi Adrian kibordis Kla Project.

Menurut Inisiator AMPLI yaitu Indra Lesmana, peraturan tersebut sangatlah merugikan, karena pihak swasta diberikan kewenangan yang sangat besar dalam permasalahan royalti ini. Hal lain yang membuat dirinya dan kawan-kawan merasa terusik adalah adanya indikasi konflik kepentingan, dengan pemilihan yang tidak transparan, dan tanpa melalui uji publik serta konsultasi dengan para pencipta lagu dan pemangku kepentingan lainnya.

“Ketentuan dalam PP 56/2021 dan Permenkumham 20/2021 telah menyerahkan kewenangan yang sangat besar kepada korporasi. Apalagi penunjukan dilakukan secara tertutup, tidak transparan, dan terindikasi mengandung konflik kepentingan, tanpa melalui uji publik dan konsultasi dengan para pencipta dan para pemangku kepentingan yang lain. Sedangkan royalti yang digunakan merupakan hak-hak para musisi dan pencipta lagu,” jelas Indra.

Selain Indra Lesmana, salah satu anggota dari AMPLI juga yaitu Endah juga mendorong pemerintah untuk membuat Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM), sebelum akhirnya memberikan kewenangan pihak swasta untuk penarikan royalti. Karena menurut dirinya royalti musik Indonesia memiliki potensi yang sangat besar jumlahnya.

“Faktanya saat ini, SILM tersebut belum dibuat tetapi korporasi sudah melakukan penarikan royalti. Sampai saat ini potensi royalti musik yang tidak diklaim jumlahnya sangat besar dan ini akan diklaim menjadi milik LMKN untuk digunakan sebagai dana operasional,” ungkap Endah.

Sumber: https://www.instagram.com/p/BsDCNoxFNmA/

Namun suara dari Asosiasi ini ternyata tidak merefleksikan suara seluruh musisi di Indonesia. Salah satunya adalah Adi Adrian keyboardis dari Kla Project, yang merasa bahwa PP 56/2021 sudah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi industri musik Indonesia saat ini. Walaupun demikian Adi juga mengungkapkan bahwa ada beberapa bagian dari peraturan ini yang belum sempurna.

“Mohon maaf, suara AMPLI tidak mewakili suara semua musisi dan pencipta lagu di Indonesia. Menurut saya, PP 56/2021, sudah sesuai dengan kebutuhan untuk kondisi Industri Musik di Indonesia saat ini. Bahwa ada bagian yang belum sempurna, iya harus diakui,” jelas Adi.

Adi juga menambahkan bahwa mengubah PP 56/2021 akan menghambat pengelolaan royalti, dia mengungkapkan bahwa hal tersebut merugikan para pencipta dan musisi pada akhirnya.

“Mengubah PP 56/2021 misalnya, akan berdampak pada banyak hal. Ujung-ujungnya akan menghambat pengelolaan royalti yang akhirnya akan merugikan para pencipta dan musisi itu sendiri,” terang Adi Adrian, yang juga anggota PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia).

Dalam menanggapi perihal pihak swasta yang mengelola sistem royalti, Adi mengungkapkan bahwa di negara lain pun tidak ada yang pembangunan sistem pengelolaan royalti dilakukan oleh negara.

“Di negara lain dalam membangun dan mengelola sistem royalti, juga dilakukan oleh organisasi atau badan usaha swasta. Tidak ada negara lain di dunia yang pembangunan sistem dan pengelolaan royalti dilakukan oleh negara,” simpul Adi Kla.

Sumber: https://www.instagram.com/p/CYBgEn7PTmE/

Melihat kedua opini yang berkembang ini, salah satu musisi dan pencipta lagu Indonesia yaitu Badai mengungkapkan kebingungannya, dia merasa bahwa perbedaan antara musisi justru membuat terlihat para musisi tidak bersatu dan terlalu ingin mencapai banyak hal, sehingga seakan semua ingin dirubah.

“Sampai saat ini, gue belum ikut menandatangani petisi tersebut. Gue bingung dengan perbedaan tujuan antara musisi di AMPLI yang menolak PP 56 dengan musisi yang menolak gugatan Musica. Terlalu banyak yang mau dicapai jadi kita terlihat gak unity (bersatu). Semua mau dirubah,” tandas Badai.

Persoalan royalti memanglah sebuah lagu lama, namun sudah selayaknya karya diapresiasi dengan sebaik-baiknya. Perdebatan yang terjadi membuat banyak opini, ada yang peduli, ada juga yang hanya tak mau rugi. Walaupun demikian, semua adalah sebuah langkah untuk menggapai ekosistem yang lebih baik lagi di industri musik kita semua ini.

Writer: Abdullah Arifin
TAGS:Opini
SHARE
Recommendation Article