Berbicara soal film independen, sutradara Ifa Isfansyah mengatakan bahwa produksi film tersebut terbebas dari kepentingan bisnis. Dia juga menyebutnya sebagai film paling jujur, karena akan terlihat jelas apa yang ingin disampaikan.
Meski begitu, terdapat tantangan tersendiri saat menggarap film independen. Sebab, proses pembuatan film tak dilakukan sendirian.
Kalau bikin film independen itu, kita bisa sangat fokus pada kreatifnya, dalam pemilihan treatment, directing. Kita hanya memikirkan apa yang mau kita buat, karena ada di kepala sutradara dan bebas bikinnya, ucap Ifa dalam konferensi pers virtual, Selasa (24/11).
Bagaimana pun film itu enggak hanya kreatif saja, tapi punya manajemen. Tantangannya, bagaimana film sebagai kerja kolaboratif dan punya banyak kepala, tapi punya satu visi, sambungnya.
Ifa mengatakan bahwa dalam memproduksi film independen, sineas juga harus memikirkan tentang proyeksi ke depannya akan seperti apa.
"Pada saat saya dulu bikin film pendek tahun- tahun awal 2000an, wajar sekali filmmaker hanya berpikir tentang produksi. Sekarang ini sebenarnya pembuat film independen benar-benar harus sudah punya proyeksi gitu, harus sudah punya plan distribusi," katanya.
Menurut Ifa, tak seharusnya filmmaker hanya memikirkan tentang syuting saja. Tapi, harus punya kesadaran tinggi bahwa film yang diproduksi harus tahu mau ke mana, mau dipertemukan dengan penontonnya secara apa.
Bicara mempertontonkan film dengan penonton itu, bukan sekadar hanya yang penting ditonton. Tapi, bagaimana punya platform yang saling memberikan dampak, impact, yang penting eksistensi keberlanjutannya ini yang paling penting," beber Ifa.
Ifa yang merupakan Direktur Festival Jogja Asian Film Festival (JAFF) 2020, mengungkapkan bahwa terdapat banyak film independen yang diajukan ke festival tersebut. Namun, tidak bisa semuanya diputar, karena beberapa keterbatasan.
JAFF itu kan sudah bisa dibilang 15 tahun ini menerima ratusan submision (pengajuan), kalau festival film kan sudah dimention bahwa festival film bagaimana pun mempunyai kuota, mempunyai keterbatasan jumlah layar, jumlah hari, jumah tayang sebagainya, jelas Ifa.
Jadi, kadang- kadang memikirkan bagaimana kita punya slot sekian, tapi submision-nya banyak sekali dan kadang tidak kami putar (film-nya) bukan karena kualitasnya, emang kuota dan slot tadi," pungkasnya.