SUBIAKTO PRIOSOEDARSONO - Tak Mungkin Ada Yang Sebanding Ramadan

SUBIAKTO PRIOSOEDARSONO - Tak Mungkin Ada Yang Sebanding Ramadan

Posted: Jan 22, 2022

SUBIAKTO PRIOSOEDARSONO - Tak Mungkin Ada Yang Sebanding Ramadan

Subiakto Priosoedarsono tak senang pencitraan. Tak sekedar sekali dua kali dia menekankan hal tersebut. Dia pun tak enggan membandingkan dengan propaganda rezim otoriter. Apa yang dapat menyingkap tabir palsu pencitraan? Subiakto menjawab singkat, ''Event.''

Jika kebohongan diucapkan sekali oleh satu orang di satu kesempatan, itu tetaplah kebohongan. Namun, jika kebohongan itu diucapkan seribu kali oleh seribu orang di seribu kesempatan yang berbeda, itu akan menjadi kebenaran. Hal inilah yang diyakini Subiakto Priosoedarsono.

Sebagai sosok yang telah melewati perjalanan Panjang di dunia periklanan, Pak Bi, sapaan akrab Subiakto Priosoedarsono, justru tak simpatik dengan berbagai praktik periklanan yang berlangsung saat ini. Berbagai iklan sekadar diulang-ulang sebagaimana propaganda sebuah rezim. Hasilnya, apa yang kita ketahui tentang suatu produk tak jarang hanyalah kesan artifisial tentangnya.

''Kebohongan yang diulang-ulang akan menjadi kebenaran.'' Pak Bi menegaskan lagi. Keberhasilan iklan tak bergantung pada kualitas produk tetapi frekuensinya. Sebaliknya, ingin branding menjadi anti-teori dari iklan. Branding yang otentik tidak menjadikan kebohongan benar tetapi berawal dari produk.

Dengan apa kita melakukannya? ''Event,'' timpal Pak Bi. Event mempertemukan konsumen dengan produk. Dengan pengalaman inilah brand diaktfikan. Pengalaman positif akan suatu produk akan membawa kita pada kepuasan.

Jika pengalaman pertama memuaskan, kedua memuaskan, ketiga, keempat, dan seterusnya tetap memuaskan, lambat laun akan terbangun kepercayaan pada suatu brand. Inilah yang disebut trust.

''Dari trust akan muncul authority. Dan, dari authority terbangun loyalty,'' ungkap Pak Bi.

Branding yang berhasil menjadikan konsumen suatu produk setia pada produk tersebut. Event karenanya menentukan apakah sebuah produk apakah meniti stairway to heaven atau meluncur di highway to hell.

''

Timeless event: Ramadan

Event yang timeless? Yang tak lekang oleh waktu?

''Ramadan,'' jawab Pak Bi singkat, mantap.

Barangkali banyak orang tak membayangkan akan mendengar jawaban demikian. Barangkali kebanyakan dari kita mengharap beliau menyebut satu event megah yang pernah ada dan amat berkesan. Namun dengan serius Pak Bi mengulang. ''Iya, Ramadan.''

Ramadan adalah jawaban yang sebenarnya masuk akal. Bagi Pak Bi, event merupakan perjumpaan konsumen dengan produk secara otentik. Dan sebagai sebuah event, Ramadan punya potensi yang bukan hanya luar biasa namun juga sepanjang masa untuk mengaktivasi.

Berbagai macam brand. Brand-brand makanan dan minuman, misalnya, banyak yang berkesempatan mengintensifkan campaign mereka selama Ramadan.

Pak Bi menceritakan pengalamannya sekitar dua puluh tahun silam. Pak Bi menyarankan kepada seorang produsen mi instan kenamaan untuk mengintensifkan iklan di bulan Ramadan. ''Lho, [saat] puasa kan semua orang nggak makan, Mas,'' sang produsen menimpali. ''Terus bagaimana? Kalau saya iklankan (brand makanan), siapa yang beli? Wong orang-orang nggak makan.''

Pak Bi menyanggah. ''Lho, Bu, orang nggak makan itu justru mikir, ''Nanti mau buka pakai apa?'' Orang lapar itu pikirannya lapar.''

Seperti yang dikatakan Pak Bi, berbagai brand kini malah berhasil melejitkan penjualannya pada bulan Ramadan. Mi Instan, salah satunya. Yang terkenal tentu saja sirup. Tatkala lapar dan dahaga di Hari Ramadan, orang justru mudah memikirkan mau makan ini atau minum itu waktu berbuka. Karenanya begitu mudah menjual brand produk makanan atau minuman pada saat Ramadan.

Momen seperti inilah, menurut Pak Bi, yang tak bisa dibeli di bulan lain. ''Dan itu timeless,'' tambahnya. ''Event apapun yang anda ciptakan atau diciptakan oleh manusia lain, itu tidak akan mungkin se-timeless Ramadan.''

Tidak hanya kondisi konsumen yang berpuasa berpontensi mengaktivasi brand. Kesibukan di kala berbuka dan makan sahur pun terbukti mengaktivasi waktu-waaktu magrib dan subuh menjadi prime time televisi. Ramadan memiliki perguliran waktunya sendiri dibandingkan dengan bulan-bulan lain.

''Dan itu mudah sekali menggerakkannya,'' jelas Pak Bi. Dia kemudian menambahkan dengan berkelakar, ''Biasanya sepuluh hari pertama masjid penuh, sepuluh hari kedua mal penuh karena bukber, sepuluh hari ketiga terminal penuh. Ada lagi sepuluh hari keempat: restoran penuh, karena pembantu belum balik.''

Ramadan pun timeless karena tak akan pernah lekang. Tiap tahun Ramadan datang, tiap tahun pula berbagai produk teraktivasi olehnya. ''Kalau [event] yang lain-lainnya bisa up and down,'' ujar Pak Bi.

Ada kualitas lain dari Ramadan yang menjadikannya timeless di mata Pak Bi. Suatu event dapat dikatakan timeless jika event dapat dikatakan timeless jika event itu punya arti penting bagi suatu komunitas. Apabila event itu tak ada, komunitas itu pun kehilangan jati diri. ''Kalau ngga ada Ramadan, orang Islam kehilangan jati diri,'' tegas Pak Bi.

Ada dua resep yang bagi Pak Bi menjadikan sebuah event timeless: memiliki kontinuitas dan menyangga jati diri komunitas. Hari kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustus memiliki kontinuitas. Namun kini ucapara bendera dan berbagai kegiatan untuk memperingatinya kerap menjadi seremonial semata.

Akibatnya, banyak yang tak akan merasa kehilangan nasionalisme ketika tidak ikut upacara. ''Bahkan 17 agustus pun menurut saya bukan timeless event,'' kata Pak Bi.

Event lain yang juga memiliki kontinuitas adalah pemilihan umum, baik pilpres, pileg, maupun pilkada. ''Tapi,'' Pak Bi memberi catatan, ''Itu kan memang didesain untuk membuat orang Indonesia memikirkan nyoblos, ngga memikirkan yang lain.''

''

BELAJAR DARI TIMELESS EVENT

Ke depan, Pak Bi ingin menciptakan event-event untuk UKM dengan resep timeless event. Dia ingin event tak hanyak menjual produk tetapi juga mengaktifkan produk UKM menjadi communal brand, identitas suatu komunitas. Lumpia Semarang, misalnya. Semua tahu penganan gorengan berisi rebung ini berasal dari Tiongkok. Namun warga Semarang merasa memilikinya, bangga terhadapnya, membelanya.

''Menurut saya, [yang bisa seperti] itu adalah event UKM. Misalnya, festival jajanan pasar. Atau event batik.'' Event yang demikian harus dilangsungkan kebanggaan komunitas terhadap satu produk.

''Dan menurut saya lokomotifnya harus pariwisata-wisata ala, wisata budaya, wisata kuliner,'' jelas Pak Bi.

''Pekerja budaya dan pekerja kuliner itu adalah pendukung daripada wisata alam. Oleh karena itu, wisata tadi bisa menjadi ujung tombak bagi kuliner-kuliner daerah.''

Pak Bi sadar dirinya tak mungkin menyelenggarakan suatu event yang benar-benar akan timeless, dalam pengertian yang dipahaminya.

''Tapi suatu effort yang layak dilakukan,'' tegas Pak Bi.

''

SUATU EVENT DAPAT DIKATAKAN TIMELESS, JIKA EVENT ITU PUNYA ARTI PENTING BAGI SUATU KOMUNITAS. APABILA EVENT ITU TAK ADA, KOMUNITAS ITU PUN KEHILANGAN JATI DIRI.

Writer: Dadi Krismatono
TAGS:Event musik
SHARE
Recommendation Article