Bertepatan dengan Hari Batik Nasional pada 2 Oktober 2021, Eventori mengajak masyarakat untuk mempelajari dan memahami kembali warisan budaya yang telah menjadi bagian dari sejarah sandang di Tanah Air.
Menurut Lila Imeldasari, salah satu perancang busana batik dari Yogyakarta , masih banyak orang yang belum memahami batik. Karena menurut dia batik adalah sebuah proses kain yang diberi motif, baik dengan cara ditulis maupun cap, dan melalui proses panjang mulai dari pewarnaan, pelorodan, sampai dengan penjemuran.
�Di Indonesia mungkin tetap harus ada edukasi, bahwa batik itu sebuah proses kain yang diberi motif melalui cara ditulis atau pakai cap, dengan proses khusus pewarnaan, pelorodan, penjemuran. Jadi, bicara batik bukan hanya soal motif, tapi proses keseluruhan itulah yang kita sebut sebagai kain batik,� ungkap Lila.
Senada dengan pernyataan tersebut, Oi pengurus dari Swara Gembira yang gencar mempromosikan terkait kain batik juga mengungkapkan, batik merupakan warisan sandang yang telah ada infrastrukturnya secara organik, dan juga merupakan aset kekayaan intelektual bangsa.
�(Batik) itu sudah terlanjur jadi warisan sandang kita, yang kalo secara bahasa sekarang organik, secara alami itu tuh ada infrastrukturnya, baik secara bendawi maupun non-bendawi, ada alatnya tersebar di seluruh Indonesia, terus sudah ada sistemnya. Secara kerakyatan ada petani kapasnya, ada petani pewarna, jadi sebenarnya ada industrinya, kalau non-bendawinya yaitu kalau bahasa bisnis sekarang kita menyebutnya mungkin aset intelektual,� ungkap Oi.
Tetapi melihat dari keadaan saat ini, Lila sangat menyayangkan bahwa generasi muda sudah mulai banyak yang meninggalkan batik, karena baginya batik adalah bagaimana kita mengenal kembali diri kita, bagaimana kita mengetahui sesuatu yang kita miliki.
�Kalo kata aku sih batik itu kembali ke kita ya, mengenal diri, jadi boleh aja tau ini itu, tapi ya harus tau ada nih satu proses kain yang kita punya�, jadi gimana nih caranya anak muda ini juga tahu ada sesuatu yang kita punya lokal tapi itu diakui oleh global,� jelas Lila.
Oi juga menjelaskan bahwa batik merupakan budaya yang memiliki kekayaan yang sangat beragam, mulai dari corak yang berbeda di berbagai daerah sampai dengan teknik pewarnaannya. Tetapi amat disayangkan jika kenyataannya setiap tahun peminat batik kian menurun.
�Di seluruh pulau, di seluruh daerah, bahkan daerah-daerah terpencil zaman dulu itu punya khazanahnya masing-masing dalam urusan corak, teknik pewarnaan. Sayang banget kalau akhirnya mereka tidak dirangkul kemampuan seperti itu, dan kalau misalkan akhirnya pasarnya berkurang hari ini, jelas kan tiap tahun berkurang. Mereka akhirnya nggak meneruskan urusan nenek moyangnya,� jelas Oi.
Cinta Laura Kiehl juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut, karena baginya seharusnya generasi muda dapat mengapresiasi warisan budaya yang kita miliki, dan membuat inovasi agar dapat disukai oleh semua orang baik lokal maupun internasional.
�Kita lihat disini, banyak apalagi di kota anak-anak mungkin kurang mengapresiasi gamelan atau kurang mengapresiasi batik. Makanya kita sebagai generasi muda yang bisa membuat influence yang besar, kita harus tunjukin ke generasi selanjutnya our culture can be cool, hanya kita harus cari cara yang inovatif, yang bisa disukai oleh semua orang. Mau itu dari Indonesia atau dari luar negeri,� ungkap Cinta Laura.
Lila pun menutup dengan harapan semoga batik semakin berkembang, disukai banyak orang dan dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, baik produsen maupun konsumen dari batik sendiri. Dia juga menyarankan agar sosialisasi yang lebih luas tentang batik, agar batik semakin populer.
�Harapannya batik berkembang, disukai banyak orang, dimengerti banyak orang, terus yang mencoba mengerti batik itu bukan hanya produsen tapi konsumen. Kita yang pakai itu pada saat beli batik� juga mengerti. Mungkin lebih banyak sosialisasi tentang batik yah, membuat batik lebih nge-pop lah,� pungkas Lila.